Jumat, 30 Maret 2012

ARTI LAMBANG PSHT

 1. Segi empat panjang
- Bermakna Perisai.

2. Dasar Hitam
- Bermakna kekal dan abadi.

3. Hati putih bertepi merah
- Bermakna cinta kasih ada batasnya.

4. Merah melingkari hati putih
- Bermakna berani mengatakan yang ada dihati/kata hati.

5. Sinar
- Bermakna jalannya hukum alam/hukum kelimpahan.

6. Bunga Terate
- Bermakna kepribadian yang luhur.

7. Bunga terate mekar, setengah mekar dan kuncup
- Bermakna dalam bersaudara tidak membeda-bedakan latar belakang.

8. Senjata silat
- Bermakna pencak silat sebagai benteng Persaudaraan.

9. Garis putih tegak lurus ditengah-tengah merah
- Bermakna berani karena benar, takut karena salah.

10. Persaudaraan Setia Hati Terate
- Bermakna mengutamakan hubungan antar sesama yang tumbuh dari hati yang tulus, ikhlas, dan bersih.
- Apa yang dikatakan keluar dari hati yang tulus.
- Kepribadian yang luhur.

11. Hati putih bertepi merah terletak ditengah-tengah lambang
- Bermakna netral.
artikel ini di tulis di kantor bikinprofildotcom oleh yudi terate pulau andalas

Sabtu, 24 Maret 2012

Petuah Ketua Umum SH Terate (5)

Petuah Ketua Umum SH Terate (5)



Ajaran SH Terate dan Pucak Gunung Lawu

Ajaran SH Terate paling pokok adalah senam, jurus, pasangan, sambung. Itu pokok. Di tengah itu diajari permainan toya, permainan kripen. Ora iso toyak, ora iso kripen, ora iso glati, (Tidak bisa toya, tidak bisa kripen, tidak bisa belati – pen) ndak masalah. Karena itu ajaran tambahan.

Kemudian pelajaran terakhir, latihan ousdower, peregangan, ousdower. Jadi yang di muka (senam, jurus, pasangan, sambung -pen) sudah mampu, belakang ndak apa-apa. Kalau ada waktu diajari. Baru (setelah itu – pen) siswa diajari pendidikan rohani yang dikenal dengan ke-SH-an. Ya itu saja.


Saya berpesan, tolong segala sesuatu (segala laku – pen) milik pribadi jangan dianggap ajaran SH Terate. Saya anak didik almarhum (Alm. RM. Imam Koesoepangat). Tidak pernah almarhum itu bicara bahwa inilah ajaran SH Terate. Saya sering diajak tirakatan. Baik naik ke Gunung Lawu maupun ke pantai selatan. Tapi almarhum tidak pernah mengatakan, apa yang dilakukan itu ajaran SH Terate. Itu laku almarhum. Karena almarhum semasa hidupnya memang suka tirakat.

Kemudian soal acara naik ke puncak Gunung Lawu. Banyak saudara kita yang salah tafsir terhadap kegiatan ini. Mereka menganggap naik ke Puncak Gunung Lawu itu sebagai bagian dari ajaran kerokhanian SH Terate. Ada pula yang mengaitkan dengan ajaran klenik. Saya katakan, tujuannya bukan itu. Bukan. Itu (laku alm. Imam Koesoepangat – pen), milik pribadi yang ditularkan dari almarhum.

Dalam perkembangannya, itu jadi kegiatan bagi calon Tingkat II yang akan disyahkan. Pertanyaannya, apakah prasyarat mau disyahkan ke Tingkat II, mesti naik ke Gunung Lawu? Sebetulnya tidak begitu. Saya dulu mau masuk ke tingkat II testingnya ngubengi (berlari mengitari – pen) Kota Madiun. Waktunya dibatasi, paling lama 40 menit (waktunya dibatasi hanya 40 menit – pen). Kemudian berkembang, orang mau masuk ketingkat II harus mampu berjalan dari Plaosan ke Sarangan. Kalau ke puncak Lawu ndak. Perkembangan selanjutnya dari Tawang Mangu ke puncak Lawu. Itu apa? (Sebenarnya tujuannya apa? – pen). Hanya dites mentalnya. Calon tingkat II itu punya kemauan keras apa tidak.

Kalau di SH Terate itu madhep karep, mantep, sakehing loro, gedhening pati wani nglakoni Gusti Allah gak sare (besar tekadnya dan berani menghadapi tantangan, Allah tidak pernah tidur – pen) . Maksudnya, kalau kamu berpijak rebah alur sadedek sapengawe (instropeksi – pen) sejak dari awal, tidak ada kamus tidak bisa. Jadi harus berupaya. Tidak mengenal putus asa.

SH Terate tidak membuka mata, kadangnya melakukan puasa (tirakat). Itu urusan pribadi-pribadi. Silakan, tapi bukan urusan SH Terate. Silakan kalau mau puasa. Misalnya puasa Senin-Kamis, seperti diajarkan Nabi Muhammad. Itu sunah Rasul untuk umat yang beragama Islam. Kemudian puasa setiap bulan Suro. Ada lagi puasa Rajab. Terus puasa Syawal.

Semua itu, saya tidak akan melarang. Karena baik. Yang saya tidak sepakat adalah jika saudara melakukan puasa ini itu dan mengekspose, bahwa itu ajaran SH Terate. Tidak ada itu ajaran di SH Terate.

Kalau saya harus jujur, puasanya orang SH Terate adalah puasa batin. Itu dilakukan sepanjang hidup, sebagai upaya instropeksi diri. Belajar membersihkan hati. Biar hati kita bersih. Berkilat dan dicintai Tuhan Yang Maha Esa.

Sebab. Tujuan akhir ajaran di SH Terate adalah bersama-sama menyingkap tabir di mana Sang Mutiara Hidup bertahta. Bukan mengejar kesaktian dan adigang-adung adiguna. Tapi yang kita kejar, yang kita cari adalah ridlo Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Ini sesunggunya yang harus kita yakini. Sebab apa pun yang kita peroleh, jika itu ridlo Allah, kehendak atau pilihan Tuhan, pasti berakhir baik. Barokah. Kebahagiaan, ketentraman, dan kedamaian dalam hidup ini tak bisa menandingi ridlo dan barokah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Diposting dari hasil wawancara langsung dengan Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE, oleh Andi Casiyem Sudin.

Petuah Ketua Umum Sh Terate (4)

Petuah Ketua Umum Sh Terate (4)



SH Terate Kumpulan Orang Yang Bertaqwa

Dikutip dari hasil wawancara langsung dengan Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, oleh Andi Casiyem Sudin

Assalamualaikun Wr Wb
SH Terate adalah kumpulan orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah. Tapi fenomena sekarang ini, banyak saudara kita yang mencoba menyeret SH Terate ke sana kemari. Sekarang fenomena politik. SH Terate terseret. Apakah orang SH Terate tidak boleh berpolitik. Tidak. Orangnya berpolitik monggo. Tapi SH Teratenya tidak.

Yang dicari, dibina, digali dan dipertahankan di SH Terate adalah pendidikan budi luhur. SH Terate kumpulan orang-orang yang taqwa ke Allah. Kalau sekarang banyak warga yang ikut grup itu ini. Kemudian SH Terate dibawa. Ini berbahaya.Saya berpesan jika di SH Terate, jangan bicara politik. Orang SH Terate bisa berpolitik. Harus paham apa itu politik. Tapi tidak boleh membawa organisasi ke politik. Sebab dampaknya, sekarang kita rasakan. Persaudaraan di tubuh SH Terate, memudar. Bukan pecah, bukan. Tapi memudar. Sebab, tidak ada dalam ajaran SH Terate itu mantan saudara. Kalau mantan istri atau mantan suami ada. Mantan pejabat banyak. Tapi mantan saudara tidak ada.

Sebab persaudaraan di SH Terate itu persaudaraan yang utuh. Tidak memandang siapa aku siapa kamu. Apa latar belakangmu dan apa latar belakangku. Tidak terjebak hegomoni keduniawian, seperti harta, benda, martabat. Yang ada di SH Terate adalah jalinan persaudaraan yang saling sayang menyayangi dan bert
anggung jawab.

Kanapa seperti itu, sebab pada dasarnya manusia itu sama. Makhluk Tuhan Yang Mahaesa. Dan hanya orang yang dikasihi, orang yang bertaqwa itu yang derajatnya paling tinggi di depan Allah.

Kalau begitu, apakah SH Terate sekarang ini kehilangan jati diri? Tidak! Tapi terkotori. Contoh dalam berpolitik. Kita tidak melarang saudara berpolitik. Tapi tabu, bagi kita untuk membawa- bawa bendera organisasi SH Terate ke kancah politik.
Lambang organisasi kita Bunga Terate. Bunga yang indah. Bunga yang hidup di lumpur, tapi kalis kotoran. Tujuan organisasi kita adalah mendidik manusia berbudi luhur tahu benar dan salah, beriman dan bertaqwa kepada Allah, Tuhan Yang Mahaesa.

SH Terate bukan mutlak paguron. Maka tidak ada guru dan murid. Dulu pendiri SH Terate, Pak Hardjo Utomo itu tidak mau dipanggil guru. Tapi oleh anak didiknya dia dijuluki Ki Hajar. Artinya pendidik. Konteksnya, di SH Terate yang ada adalah kakak dan adik. Karena itu, dalam memberi pelajaran ya, tidak ada pelajaran yang disembunyikan. Semuanya diberikan melalui tahapan-tahapan. Karena kita seperti kakak adik. Bagaimana kakak adik ini bisa menjadikan manusia berbudi luhur.

Karena itu, sekarang ini tidak ada kata lain bagi SH Terate, kecuali kembali kepada jati diri. Mengapa kembali ke jati diri. Karena kalau saya biarkan kasihan SH Terate. Kembali jati diri kembali ke platform SH Terate dan tujuan serta misi SH Terate sejak didirikan. Yakni, mengumandangkan persaudaraan. Langkahnya adalah mendidik, menciptakan manusia berbudi luhur. Ilmunya mengenal diri sendiri sebaik-baiknya.

Dasar persaudaraan di SH Terate saya ulang lagi, menekankan pada kita bahwa manusia hidup itu pada dasarnya sama. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Didikan di SH Terate juga begitu. Senamnya sama, jurusnya sama, pasangannya sama. Sambungnya ya sambung persaudaraan. Gak emosi. Tidak ngumbar nafsu.

Sejak didirikan SH Terate ini mengemban persaudaraan, yang berlatar pencak silat. Ilmunya mengenal diri sendiri. Pencaknya menganut aliran Setia Hati (SH). Organisasinya paseduluran dengan lambang bunga terate.

Jumlah jurusnya tertentu, senam tertentu, sambung tertentu. Tidak ada beda, semuanya di berikan. Soal pinter atau tidak tergantung kemampuan siswa. Bakat tidak. Tapi semua itu tataran lahir. Di dalamnya ada ajaran kerokhanian. Ajaran untuk membersihkan hati. Ajaran yang mengharuskan warga SH Terate bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa. Sehinga, Allah mengangkat derajat kita ke derajat tertinggi.

Wassalamualaikum Wr Wb.

Petuah Ketua Umum SH Terate (3)

Petuah Ketua Umum SH Terate (3)


Petuah Ketua Umum SH Terate (3)
dari 7 Tulisan

Tirakat Orang SH Terate
Assalamualaikum Wr Wb

Tulisan ini dikutip dari hasil wawancara saya Andi Cs Kisbandiyo alias Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, tanpa editing


Kunci keberhasilan hidup itu sebenarnya hanya satu. Kalau kita dikasihi Allah SWT, hidup kita akan bahagia. Hanya manusia itu kurang bersyukur. Kita kadang-kadang hanya ngersulo (mengeluh), merasa kecewa. Dan kikir dalam berterimakasih.

Di SH Terate tidak ajaran mengeluh. Tidak ada ajaran nggresulo. Kita dididik untuk menjadi orang yang pantang menyerah. Orang Terate itu kalau bisa sing gedhe tirakate, harus banyak tirakat. Dalam hal apa saja. Gak kemrungsung. Tidak emosional, tidak gusar, tidak adigang adigung, adiguno.

Jadi hari-hari orang-orang SH Terate itu dipenuhi tirakat. Rialat dan selalu bersyukur menerima suratan Allah. Bagaimana cara orang SH Terate tirakat?

Contohnya saya ini, Saya ini ya mas, ini mohon maaf. Saya orang berkeluarga. Saya punya istri, punya anak. Mestinya, sekarang ini saya mendamping istri dan anak-anak. Tapi mereka saya tinggal karena saya harus menemui kadang-kadang SH Terate. Saya tinggalkan istri saya sendiri, ini namanya tirakat, dalam sekala paling ringan.

Contoh lain, sehari ini saya sudah berniat hanya makan sekali. Biarpun saya dihadapkan makanan dari manapun saya tidak beli, saya tidak akan makan. Ada lagi contoh tirakat yang lain. Misalnya, selama satu minggu saya tidak akan makan kecuali jam 6 sore saya baru makan. Kemudian malamnya saya berniat tidur paling lama empat jam, besuknya lagi juga sudah tidak makan. Ini namanya jarang-jarangi, atau ngurang-ngurangi.

Niatnya bagaimana? Tidak perlu macam-macam. Niat tirakat untuk menjaring kasih Allah. Biar dikasihi Allah. Disayang Allah. Dengan begitu, kita akan merasa dekat dengan Allah. Sehingga hati ini merasa tentram gelombang apapun yang dihadapi dia akan mesem gak akan gentar.

Tapi sayangnya orang sekarang ini sukanya instant. Seperti Mie instant. Pengin makan mie, tinggal masukkan ke gelas tuangkan air jadi mie dan langsung makan. Tidak mau repot-repot. Tidak mau nanam dulu, tapi ingin langsung panen. Kalau mau nandur, mau nanam, hanya sedikit, tapi ingin panen yang banyak. Lo kalau begini, kamus dari mana kita bisa panen. Ndak ada kamus orang ndak mau nanam kok panen.

Didikan di SH Terate itu mendidik jiwa. Yang kita bangun adalah jiwa.Itu butuh waktu. Butuh kesabaran dan kesempatan. Tidak sehari dua hari jadi. Tidak seperti membalik titu yang mengendalikan ini lo dak bisa membangun jiwa tidak seperti membalik telapak tangan.

Membangun fisik kuat bisa diformat dalam waktu sebulan dua bulan. Contohnya, melatih atlet. Tapi, membangun jiwa, memasukkan ajaran budi luhur, bmemutuh waktu panjang dan terus menerus. Nah, yang kita bangun itu kedua-duanya. Jiwa dan raga. Lahiriah dan batiniah. Kita diarahkan menjadi manusia berbudi luhur. Bagimana orang berbudi luhur itu ? Paling mudah orang berbudi luhur itu tidak dakwen salah open.

Kita tidak dididik untuk tidak mencampuri persoalan orang lain. Kita tidak usil. Contohnya, ada kadang datang ke rumah saya. Biarpun saya tahu dia berkeluarga, datang membawa anak wanitai, saya tidak rebut, tidak akan nanya siapa perempuan itu. Kecuali kadang itu sendiri memperkenalkan.
Paling banter saya hanya akan nanya, kepentinganmu apa dik.

Ini salah satu didikan kita. Tidak mau mencampuri urusan orang lain. Kecuali kalau orang itu, kadang itu minta saya menyelesaikan masalahnya. Minta tolong.

Orang budi luhur itu orang yang tidak iri dengki keberhasilan orang lain. Misalnya, ada orang lain bisa masuk pegawai negeri. Kita lantas dengki dan iri dan menduga-duga, ah itu berhasil karena membayar uang, istilahnya ya nyogok. Ndak boleh itu. Yang harus kita lakukan adalah, ikut seneng jika melihat kadang SH Terate berhasil. Seneng jika melihat bisa beli mobil.

Jadi kita tabu ngurusi dan mencampuri urusan orang lain. Sebab itu akan membuat kita jadi resah sendiri. Hati jadi tidak tenang. Tidak damai. Pancarkan sinar kasih. Yang ada di hati nurani kita hanya prasangka baik. Prasangka luhur. Sehingga, keluarnya pun luhur. Omong ya enak di dengar. Gampang di mengerti. Ibarat ceret, kalau air dalam ceret itu jernih, keluar air di gagangnya juga jernih. Tapi kalau airnya keruh, keluarnya pun keruh.Omong urakan seenaknya sendiri. Sikapnya juga urakan. Gak ngerti umpan papan. Dupeh iso gelut, tidak menghargai orang lain. Merasa dirinya paling super.

Yang saya sebut di atas itu, tirakat batin. Karena batin kita juga butuh tirakat. Paling sederhana, selalu berpikiran baik pada orang lain. Gak demen ngrasani. Tidak suka mengumpat atau menggunjing. Jika ini yang kita lakukan, hati kita jadi bersih. Resik. Dan Sihing Gusti Allah, pasti akan turun menyertai kehidupan kita. (bersambung)

Wassalamualaikum Wr Wb

Petuah Ketua Umum SH Terate (2)

Petuah Ketua Umum SH Terate (2)

Assalamualaikum wr wb.

Berhadapan dengan era sekarang ini, di luar hitungan, banyak persolan yang muncul. Makanya kita harus memiliki tekad dan jangan takut menghadapi masalah. Sebab masalah itu kekasih manusia yang paling setia. Perbedaan yang ada itu menjadikan indah dunia ini. Tanpa masalah tanpa perbedaan, dunia ini akan sunyi.
(Petuah ini dikutip dari pesan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H. Tarmadjo Boedi Harsono,S.E, oleh saya, Andi Casiyem Sudin alias Andi Cs Kisbandiyo, pada calon warga baru di Ponorogo, Jawa Timur)

Kalau bicara tentang tantangan dan rintangan, itu hampir-hampir tidak pernah berhenti. Kita kumandangkan satu didikan yang luhur. Tapi kenyataan di tengah masyarakat tantangannya, waduh (berat dan beragam– pen). Kalau diteliti telinga ini jadi panas, hati jadi umob (mendidih-pen).Tapi kita kembali lagi bahwa seorang SH Tarate harus menjadi seorang SH-wan. Orang SH-wan itu orangnya berbudi bawa laksana, gung samodra pangaksami (pemaaf-pen). Dia mampu menjabarkan hidup di tengah masyarakat. Meskipun dihina, dicemooh, diolok-olok, sampai pun kadang dijegali, tapi kita hanya mesem (tersenyum).

Kita harus selalu siap memberi maaf, itulah didikan kita. Dan itu pula sebenarnya misi yang kita emban. Image bahwa SH Terate itu kumpulan orang tukang gelut (berkelahi-pen), mulai harus kita ahiri.

Tahun 2009 ini saya canangkan sebagai tahun kualitas. Kita sudah harus berani merambah kualitas. Tantangan hambatan yang paling berat, bukan dari luar. Tapi dari dalam SH Terate sendiri. Sudah siap atau belum kalau kita jadikan tahun ini sebagai tahun kualitas. Inilah yang jadi tantangan kita.

Era sekarang eranya eforia. Kalau nggak seneng terhadap kebijakan pemerintah, demo. Karena di SH Terate tidak ada pelajaran demo, dulur-dulur pakai baju lain, beramai-ramai demo. Saudara tidak sadar, bahwa masyarakat mengetahui persis siapa saudara ini. Kalau ini terus menerus, kapan SH Terate bisa mewujudkan cita-cita ikut memayu hayuning bawana.

Apa sih ikut mamayu hayuning bawono. Kita ini dituntut dididik diarah untuk menjadi panutan, menjadi pemimpin. Kalau para kadang ini masih ada satu dua yang membuat resah masyarakat, njuk kapan tokoh SH Terate ini memimpin masyarakat.

Orang SH Terate itu tdk takut hidup tidak takut mati. Karena hidup ndak minta mati ndak mendaftarkan. Pemberani dan siap menghadapi tantangan kehidupan.

Adik-adik saya yang saya hormati, sdr lahir di Bumi Warok. Warok identik pendekar. Seorang pendekar lahir harus menjadi pembela masyarakat. Bukan menjadi momok masyarakat. Kalau sdr lahir menjadi momok masyarakat, lebih baik ndak usah lahir.

Kita sudah kasihan dengan pemerintah. Pemerintah sekarang ini masih mencari bentuk, ibaratnya jalannnya masih tersandung2, Situasi kondisi keamanan masih belum menentu. Tolong, kita sbg orang SH Terae ini paling jelek tidak membuat ribut. Sukur2 bersama masyarakat menanggulangi ulah beberapa warga masyarakat yang suka membuat resah.Di tengah2 lingkungan masing2.

Ponorogo harus berani membuktikan, tahun ini kualitas, yang belum standar sesuai AD, ART minggir dulu. Yang sudah silakan. Kalau begitu saya salut. Saya kumandangakan di berbagai daerah, kemarin saya di Kaltim. Kumpul seluruh Kaltim, di Kab Kutai Kertanegara. Ini lho Ponorogo sekarang. Tolong sdr ikuti jejak Warok Ponorogo.

Begitulah sdr yang saya hormati, orang SH Terate harus dikenal jujur. Orang jujur itu omong apa adanya. Seneng ya seneng, ora ya ora. Orang jujur pasti dia juga bisa menyayang dan disayangi Yang Maha Kuasa. Orang SH Terate akan rajin melaksnakan kegiatan yang bermau darma kemanusiaan.

Maka saya kumandangkan, sadarlah bahwa sdr sekalian akan menjadi pendekar-pendekar muda yang berangkat dariSH Terate. Seorang pendekar dg ilmunya akan siap membela citra masyarakat.

Kemudian timbul pertanyaan, lho kalau begitu kita tidak boleh berkelai mas. Saya mengatakan, saya tidak melarang sdr berkelai. Nek wani gelut tak tunggoni. Siji lawan siji. Nek siji lawan siji kalah tak nyek. Kowe blajarmu karo sopo. Siapa gurumu. Kalau kamu ngroyok, tetelen bedmu, balekno ning SH Terate. Saya tidak pernah mengajarkan pada adik-adik jadi tukang kroyokan. Jadi gerombolan. Tidak. Saya ajarkan pada adik-adik jiwa ksatria. Berani karena benar dan siap menyadari kesalahan, jika salah.

Apalagi jika saudara membuat resah masyarakat. Saya sudah kumandangkan, saya tidak segan-segan menindak siapa pun yang membuat resah masyarakat.

Itu sebenarnya ajarang SH Terate. Stlh kita sdr ngerti tugas dan tanggung jawabnya. Urip ora njaluk mati ora ndaftarake mung mbok nyek sakpenakmu, tak entengna patiku. Tapi itu sdh kalau masalah-masalah prinsip. Kalau masalahnya dipandang, sepele, misalntya hanya karena uang seribu dua ribu, waduh, luwung ngalaho, mas. Sangat2 memalukan.

Sdr keluar ndak bisa lepas saya orang Ponorogo. Orang Ponorogo ndak bisa lepas seperti Warok. Jiwa satrianya muncul. Lha tolonglah apa yang dikumandang oleh ketuanya sdr, sampai dimanapun sdr akan tetap membawa nama Ponorogo. Ndak bisa tidak.

Tahun ini lebih kurng antara 30 – 35 ribu warga baru seluruh Indonesia disyahkan. Mulai dari Aceh sampai Irian, di luar negeri di Malaysia. Mereka berangkat dari berbagai kalangan . Dan kalau sudah masuk di dalam satu areal semacam ini yang ada saya hanya satu, saya, saudara sekalian ini adalah wargaSH Terate. Titik.bajunya hitam2, lambang saya pakai hati berwana putih berbatas merah bersinar, dengan hati yang bersih kita pancarkan cinta kasih sesama umat manusia.

Kita bangun persaudaraan yang berangkat dari hati yang bersih ndak akan melihat latar belakang yang dimil;ik A, ndak perlu, ndak perduli kamu sekwilda, ndak perduli kamu pak camat, ndak itu tukang becak ndak itu jendral.Begitu masuk di sht yang ada kita sama-sama umatnya Allah. Berdiri sama tinggi duduk sama rendah, yang kita hormati adalah,perilakuknya, harkat martabatnya.Yang tua membimbing yang muda, yang muda bisa menghormati yang muda, tapi bersama-sama bergandengan tangan, kerukunan kebersamaan dalam wadah persudaraan sh.
Persauidaraan yg selalu saling saying menyayangi, ndak perduli darimanapun mereka berasal. Persaudaraan saling hormat menghormati, apa pun status social yg dimilik.Ndak bisa ah itu pembantu. Kita perlu. Ndak mungkin spt sy cuci sendiri.pasti kita minta sndiri. Peranan pembantu penting bagi kita. Maka kita pun wajib menghormatinya.

Persaudaraan ini akan utuh akan berkembang bila mana kita ini sama-sama bertanggung jawab.sy lahir dari mdiun, sdr dari po, yang satu dari irian , satu kahir dari Sumatra ndak ada bedanya. Yang diajarkan jurjus satu sampai 36 senam 1 sampai 90, sama. Mulainya ya sama ndak ada bedanya, psang lima sama, semua ndak ada bedanya.Diajarkan mental didikan rialatnya sama. Sing gede rialate, sing gede tirakate.

Sdr kalau mau belajar, palingh mudah belajarlah dengan situasi kondisi alam ini. Saya akan ngupas apa yang diakatakan guru sejati. (Buku Guru Sejati sudah terbit. Jika pembaca berminat bias pesan ke HP 081 335 596 811). Guru sejati itu alam, bukan manusia.Manusia itu pasti akan diikukti dengan ketamakannya. Tapi alam ndak akan nipu.
Itulah sdr sekalian kalau sdr mau jadi SH Terate yang handal, saatnya sdr nanti akan belajar dari alam ini. Orang SH Terate penuh dengn kesederhanaan, apapun yang dimiliki titipan sementara.

Kita merasa bangga punya kekayaan besar, dilalap api ndak sampai satu jam habis. Sdr tangisan.Tapi kalau kita berpegang teguh pada harkat martabat, saya yakin sdr sampai saatnya akan menikmatinya. Semua yang ketemu kita akan memperhatikan kita, kalau kita punya kukalitas, akan diperhitungkan.

Berhadapan dengan era sekarang ini, di luar hitungan, banyak persolan yang muncul. Makanya kita harus memiliki tekad dan jangan takut menghadapi masalah. Sebab masalah itu kekasih manusia yang paling setia. Perbedaan yang ada itu menjadikan indah dunia ini. Tanpa masalah tanpa perbedaan, dunia ini akan sunyi.

Di luar kini banyak berkembang perguruan lain. Jangan dimusuhi, karena hakekatnya kita pun tidak ingin dimusuhi. Ojo sok gawe susahe liyan, apa alane gawe senenge liyan. Kita jgn membuat susah orang lain tapi keberadaan kita ditengah masyarakat ini menjadi ayem tentrem karena kehadiran SH Terate di Ponorogo lebih kurang akan mencapai empat puluh ribu.

Saatnya sekarang apa istilahnya, kita nutupi babagan hawa songo, mandeng pucuking grono, ngeningke cipta nyuwun marang Yang Maha Kuasa. Insya Allah, apa yang dicita2kan dari adik-adik sekalian mendapat ridlo Allah swt. (bersambung)

Wassalamualaikum Wr Wb

Disunting langsung dari Pidato Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE, oleh Andi Casiyem Sudin, Pimred Tabloid Terate.

Petuah Ketua Umum SH Terate (1)

Petuah Ketua Umum SH Terate (1)

Petuah Ketua Umum SH Terate H. Tarmadji Boedi Harsono, SE.
(Bagian 1 dari 7 tulisan).

Petuah ini adalah hasil wawancara saya Andi Cs Kisbandiyo alias Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E

SH Terate Adalah Kumpulan Orang Ngerti Agama

Pada hakikatnya wong Setia Hati (SH) Terate adalah kumpulan orang yang ngerti agama. Legowo menerima perbedaan esensiil, perbedaan azazi. Mestinya gelut (berselisih paham, berseberangan aliran) itu tidak terjadi. Tapi fakta berbicara, di tengah kadang SH Terate itu terjadi. Itu fenomena.

Karena itu, wajar kita menghentikan pertikaian intrn kadang. Tidak ada kamus lagi berkelahi. Saya bersama Pak Polisi, siapa pun yang berkelahi tanpa alas an. Biarkan Pak Polisi nangkep dan jangan bawa nama SH Terate. SH Terate tidak berpolitik tapi fenomena akhir-akhir ini SH Terate kebawa ke politik. Ormas bukan politik bukan. SH Terate ini paseduluran yang luhur berangkat dari hati yang jernih mempunyai lambang bunga terate.

Sudah kita ketahui semua bunga terate itu indah. tidak kotor karena lumpur dan tidak basah karena air. Tapi muncul sabagai sosok kepribadian. Pak Yitno nulis pelantikan pengurusan pusat dua cabang persaudaraan tidak ada.Organisasi kita ini apa ? Organisasi kita ini paseduluran jenenge opo (namanya apa), jenenge, Setia Hati Terate. Jadi bukan jenenge persaudaraan itu jadi jeneng. Maka SH Terate ini saya orang SHT, saya setia hati saya orang terate. Saya orang terate saya orang yang bertanggung jawab pada SH Terate.

SH Terate bukan seperti sekolahan. SH Terate itu indah, alami. Kita bergerak alami. Saya berterima kasih sekali pada saudara kita ora ngitung duwit, berapa biaya dari Irian sampai ke sini (Madiun). Saya tanya mas Taufik (Dirjen Koperasi, Dr. Taufik, red) paling tidak sepuluh juta. Itu harta dewe (sendiri). Dari Sumatera sama, Paling cedak (dekat) wong Mediun ora ngetokke duwit opo-opo (tidak mengeluarkan uang banyak untuk transport).

Dan kegiatan kita sepakat untuk guyup rukun sesuai ajaran SH Terate. Orang banyak yang mau minta bantuan. Tapi kita jangan sampai minta bantuan ke sana ke mari. Kita harus bias berdiri, berjalan dan tegak bertahan dengan kekuatan kita sendiri.

Padepokan ini berdiri atas bantuan siapa? Saya jawab tidak pernah minta bantuan. Ini lantaran mampu untuk berdiri sendiri hati. Saudara saya dari cabang dengan rela mendidik masyarakat-masyarakatnya dari mana sisa-sisa yang saudara berikan ada yang pernah dan ada yang tidak ada yang setengah tidak yang itu haknya pusat.

Anggaran yang digunakan dari kadang SH Terate. Kita himpun bersama-sama. Akeh ( JIka uangnya sudah terkumpul banyak, red) oke mari kita bangun padepokan. Kurang yo sedikit-dikit kita pikul bareng. Prinsip semua itu untuk dulur-dulur SH Terate.

Dan di sini yang ada adalah kita ketemu sedulur. Bukan sedang bermain politik. Saya tidak melarang saudara berpolitik. Itu hak pribadi saudara-saudara saya. Hak setiap warga Negara. Mau ikut partai mana pun silakan. Gak ada masalah. Tapi begitu masuk Padepokan, kita harus berbaju sama. Baju politik masing-masing dilepas, dan bersama-sama berbaju SH Terate.

Saya wong SH Terate, orang SH Terate jangan mengolok-ngolok saudara lain. Kita diajari ojo sak karepe dewe. JIka terjadi perbedaan pendapat, salah paham, itu fenomena berorganisasi. Ini harus kita sadari bersama. Jangan menjelekkan saudara sendiri. Kita ini paguyupan paseduluran. Anggota kita banyak. Kita juga dikaruniai kelebihan kelebihan. Tapi saya tekankan, kita bukan yang terhebat. Jangan merasa paling hebat merasa pinter. Di atas langit masih ada langit.

SH terate sudah hidup 87 tahun. Tahun 1922-2009 kita masih bagian-bagian saya ingat kita tinggal menjadi organisasi yang disegani dan yang dtakuti, sekarang ibaratnya bangun kembali kita harus menjadi organisasi yang disenangi masyarakat dan diharapkan masyarakat jadi pegangan masyarakast. Akhirnya kita jadi organisasi yang disegani,tapi ditakuti mergo iso gelut.

Kewajiban kita ini bersaama-sama pengurus pusat menjaga citra organisasi. Pengurus pusat sendiri, saya tekankan, jangan merem. Pengurus pusat, cabang jangan merasa rendah. Kita di SHT adalah sama. Karya kita diatur oleh aturan bahwa yang menjadi pengurus pusat domisili di kota Madiun. Saya mengharap dengan sangat dari manapun kita, langkah SHT harus menjunjung tinggi budi luhur. Menjunjung tinggi Pancasila demi Indonesia jaya.

Kita berdarma di SH Terate tanpa pamrih. Maka SHT harus kita jaga. Jangan sampai kita punya pamrih jadi ketua agar jadi DPR RI.

Kalau saya jadi ketua DPRD bukan karena dulu berdarma di SH Terate karena pamrih ingin jadi Katua DPRD. Tapi, barangkali karena ketua umum SH Terate di pandang masyarakat baik, ya saya dipilih jadi ketua. Tapi saya tidak pernah minta tolong pada kadang SH Terate untuk menjadikan saya sebagai ketua DPRD.

Saya tidak pernah membawa atribut politik saya ke dalam padepokan. Tidak pernah, saya ngomong aja gak pernah. Saya beri contoh pada sudara-saudara, itu kegiatan pribadi-pribadi. Kalau baik akan diikuti kalou jelek akan dicemooh. Dan itu resikonya. Kerena itu, yang terbaik sekarang ini, mari saatnya SH Terate ini kembali pada jati diri.

Saya berbahagia dan senang sekali saudara-saudara saya seluruhnya hadir, yang tidak hadir tidak ada karena keterbatasan mungkin dana, mungkin waktu yang penting, yo abot sanggane.

Saya jatuh sakit itu tahun 98, pandangan mata saya kabur. Sampai-sampai tembok saya tabrak, karena tak anggep dalan. Tahun 2007 akhir saya jatuh sakit lagi. Saya slento (saraf motorik tidak bekerja optimal, red) wong ngalor pundake neng kidul (inginnya berjalan ke utara tapi bahu bergerak ke selatan,red). Saya harus sembuh. Bangun kau Tarmadji (ketua umum bicara pada diri sendiri). Kalau ketua umum meninggal itu gantinya siapa? Kumpul doyo prakoso. Kumpulo! Allhamdulilah, saya kembali sehat.

Tahun 2009, saya dicalonkan jadi Walikota Madiun. (kesaksian penyunting, saat itu sejumlah petinggi parpol dan LSM di Kota Madiun banyak yang hadir di kediaman H. Tarmadji Boedi Harsono,SE. Mereka meminta Mas Madji maju dalam pemilihan Walikota Madiun. Pada tahun 2008 Mas Madji juga diminta menjadi calon Bupati Madiun oleh PDIP DPC Kabupaten Madiun, meski Mas Madji sendiri sebenarnya pengurus teras Partai Golkar Kota Madiun. Tapi, Mas Madji juga meolak dengan halus).Tapi saya sudah tidak mau. Saya tahu apa yang bakal terjadi jika saya jadi bupati atau waikota dan saya gak apa-apa. Alhamdulillah kersane Gusti Allah, saya ditangeke maneh (sembuh) sampai sekarang ini.

Saya tidak mau sakit yang ketiga kalinya. Karena tidak mau yang ke -3 kalinya, saya mulai masuk kapanditan. Masuk kapanditan itu tidak menjadi pandito. Mulai masuk sekarang tarifnya pandito itu lain. Jadi promo kehidupan dari awal sampai jadi orang SHT ini ibaratnya almarhum pendidik saya tadi wancine ndang cepet terno.

Tapi kita sadar manusia itu puya keterbatasan ora enek wong ora ngapusi mesti ngapusi. Istilahnya dara sembada. Ngono yo ngono neng ojo ngono. Maka di dalam didikan Islam setiap detik kita harus istiqfar. Astaqfirullah haladhim. Kita mohon ampunan kepada Allah SWT. Setiap saat kita tidak tahu kapan kita akan meninggal dunia ini. Karena disadari oleh kita semua. Maka kita membangun SH Terate dengan kerukunan, kebersamaan. Kita tahu kekekurangan diri kita sendiri. Kita tahu setiap orang punya kekurangan, punya kelemahan. Tapi orang SH Terate tabu untuk ngrasani tanggane. (bersambung)

(Disunting dari petuah langsung Ketua Umum SH Terate, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE, dalam acara Temu Kadang di Padepokan SH Terate awal Tahun 2009)

Ngerti Dalam Tataran Ilmu Setia Hati

Ngerti Dalam Tataran Ilmu Setia Hati

Tulisan ini merupakan hasil wawancara saya Andi Cs Kisbandiyo alias Andi Casiyem Sudin dangan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H.Tarmadji Boedi Harsono,SE


Tak dipungkiri, hidup butuh perjuangan mencapai pemenuhan hajat. Laksana air, ia terus bergerak dari satu tempat ketempat lain mengisi multi ruang dan dimensi konsekuensinya muncul beda pendapat silang pandang dan persaingan antar kepentingan. Dampak lebih konkret lagi terjadinya persinggungan antar individu, kelompok dan komunitas. Perang acapkali menjadi penyelesaian paling frontal, lantaran pihak-pihak yang saling bertikai, sama-sama ngotot mempertahankan kepentingannya kukuh ngugemi karep, seakan tak ada lagi jalan penyelesaian secara damai. Musyawarah mencapai mufakat dianggap barang yang tak punya nilai hingga otot jadi pertaruhan akhir.

Padahal, jika mau menyelami lebih dalam lagi, ruang penyelesaian terhadap beda pendapat , kebersinggungan dalam pranataan multidimensi, masih terbuka lebar. Bahkan ruang ini hampir tidak terbatas, saking luasnya apalagi jika kita mau menghayati dan mencari akar persoalan yang sebenarnya. Sumber penyulut angkara yang menyebabkan akal sehat tak lagi berfungsi dan gerak ragawi mengalahkan nilai-nilai pengendalian diri.

Apa itu? Jawabnya adalah nurani, kompas jati diri pengendali arah refleksi jiwa sekaligus raga. Inspirator segala kebijakan yang dijabarkan oleh gerak emosi atau nafsu. Juga, motor penggerak aktivitas indra dan anggota raga .

Disinilah kadang perlunya Persaudaraan Setia Hati Terate, ditekankan selalu mengasah nurani , mulat sarira hangrasawani. Tujuannya agar setiap tindakan dan pikirannya selalu terkontrol, tidak over acting . selaras dengan proporsinya . Bisa empan papan. Karenanya, kesantunan dan kesadaran empan papan ini mutlak harus disikapi dan tidak boleh diabaikan.

Jika setiap warga Persaudaraan Setia Hati Terate ini sudah bisa bertindak dan berpikir dengan konsep empan papan sesuai dengan proporsinya, maka dia akan muncul dengan sosok yang disegani. Sebab dirinya memang sudah sampai pada konsepsi kesadaran makna diri (ngerti). Ibaratnya, ia akan tampil sebagai sosok yang mampu manjing ajur ajer, cendhek datan kaungkulan, dhuwur datan ngungkul-ungkuli.

Tentu, kesadaran makna diri ini tidak akan muncul tanpa proses pembelajaran secara kontinyu. Karena itu, Persaudaraan Setia Hati Terate ini telah meletakkan dasar pembelajaran ngerti empan papan ini sejak dari siswa, melalui pelajaran kesantunan dan konsep penghormatan. Misalnya, begitu datang ditempat latihan, mereka disarankan saling berjabat tangan.

Kemudian setelah berganti pakaian, sebelum memulai latihan harus menghormat pada pelatih. kemudian, bersama-sama pelatih mengawali kegiatan dengan berdoa bersama.

Proses pembelajaran ini, sesungguhnya merupakan awal peletakkan dasar kepada siswa untuk bisa empan papan. Pertama, menghargai nilai-nilai keberadaan orang lain yang diujudkan lewat berjabat tangan .kedua peletakan dasar kesantunan antara yang muda kepada yang lebih tua yang ditunjukkan lewat aktivitas menghormati kepada pelatih. Ketiga, pengenalan dasar pengertian dan kesadaran atas keberadaan tuhan yang diujudkan dengan doa bersama sebelum memulai kegiatan.

Konsep pembelajaran ini diteruskan secara berjenjang , selama siswa berproses menjadi warga dari tingkat ketingkat, melalui pelajaran kerokhanian . targetnya, setelah siswa menjadi warga , ia akan bisa mengamalkan ajaran itu dalam kehidupan masyarakat .

Contoh sederhana, bagaimana kita bersikap saat berada dilingkungan kerja dan bagaimana pula bersikap saat berada ditengah-tengah lingkungan dan masyarakat.

Untuk menuju kearah itu terdapat empat tingkat pengertian dan kesadaran harus dipegang teguh . yakni, pertama, mengerti keberadaan diri sendiri (ngerti lungguhing kapribaden) , kedua mengerti keberadaan orang lain (ngerti lungguhing ngaurip), ketiga mengerti pada keberadaan Tuhan (ngerti punjering manembah). Keempat mengerti jalan menuju kematian (ngerti dumunge pati)





Ngerti Lungguhing Kapribaden



Ini adalah tingkat kesadaran pertama, dimana setiap kadang Persaudaraan Setia Hati Terate diwajibkan untuk mengerti dirinya. ia sebagai sesosok titah (ciptaan), keberadaanya tidak lebih baik dari titah sakwantah (manusia bisaa). Karenanya ia pun harus bisa memposisiskan dirinya pada proporsi yang paling bersahaja.tidak merasa besar, ora kemlinthi, karena selain dirinya, masih ada titah-titah lain, yang baik hak dan kewajibannya, adalah sama , setara

Sebaliknya karena dirinya ngerti bahwa kedudukan setiap titah pada dasarnya sama, maka dimanapun berada , ia tidak akan kehilangan kepercayaan diri (dalam lingsem). Pun tidak akan kelewat percaya diri (super ego, tidak sombong). Penampilannya, kendati tampak bersahaja, sederhana tapi tidak berkesan miskin, wibawa tapi tidak angker. Dan, setiap gerak geriknya terpncar sebuah sikap percaya diri (Setia Hati)





Ngerti Lungguhing Urip



Hidup merupakan sebuah proses menuju titik akhir dalam berdharma. Karena keberadaanya berkisar pada proses, maka sangat mustahil jika berjalan sendiri. Ada sebuah system yang mempengaruhinya. Bahkan, system itu pada kondisi tertentu, mutlak diperlukan keberadaanya , dalam proses pembentukan jati diri . Misalnya sebuah system yang mengharuskan seseorang berjalan disisi kiri dalam berlalu lintas . Atau system yang mengarahkan seseorang harus patuh pada jadwal rutinitas kerja.

Yang jadi soal barangkali adalah apakah kita selamanya harus larut kedalam system dengan melepas eksistensi yang kita miliki? apakah kita mesti total mempertaruhkan nilai-nilai privasi masuk kedalam sebuah system demi mempertahankan system yang ada ? tentu saja bukan demikian yang kita harapkan. Sebab acapkali tidak semua system bisa berjalan berdampingan dalam satu waktu dan ruang yang sama. Misalnya system berlalu lintas di Indonesia mengharuskan kita berjalan disebelah kiri, karena yang dipakai system berlalu lintas Eropa. Tapi apakah kita menggunakan system ini jika kita naik mobil dijalan raya dibenua Amerika, yang nota bene, menggunakan system kanan?

Contoh lain, dalam system militer , bawahan harus memberi hormat pada atasan dengan cara hormat ala militer. Apakah aturan itu juga bisa diberlakukan dalam keluarga?Misalnya, dengan mengharuskan istri dan anak-anak melakukan sikap hormat militer pada suami dan ayah?tentu saja jika ini dilakukan, akan kelihatan lucu . Bahkan akan malah jadi bahan tertawaan orang lain.

Persaudaraan Setia Hati Terate, sebagai bagian dari masyarakat majemuk, sudah barang tentu memiliki dasar ajaran berhadapan dengan persoalan ini. Yakni, pada prinsipnya, warga Persaudaraan Setia Hati Terate tidak mengatur dan tidak mau diatur. Tapi warga Persaudaraan Setia Hati Terate akan berusaha semaksimal mungkin menjunjung tinggi, mematuhi dan melaksanakan aturan yang sudah menjadi kesepakatan bersama (bersambung)

okoh Sejuta Pesona (3)

okoh Sejuta Pesona (3)


Catatan Perjalanan Hidup H.Tarmadji Boedi Harsono,SE
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun

" SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Dipercaya Memimpin Organisasi

Keberhasilannya mempelajari ilmu tertinggi di organisasi tercinta ini, menambah dirinya kian mantap, kokoh dan semakin diperhitungkan.

Cantrik setia R.M Imam Koesoepangat yang di waktu-waktu sebelumnya selalu tampil di belakang ini, sejak berhasil menyelesaikan puncak pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate, mulai diterima dan diperhitungkan di kalangan tokoh organisasi tercinta. Sejalan dengan kapasitasnya sebagai Pendekar Tingkat III, ia mulai dipercaya tampil ke depan dengan membawa misi organisasi. Tahun 1978 Tarmadji dipilih menjadi Ketua I, mendampingi Badini sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate. Puncak kepercayaan itu berhasil diraih pada MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate Tahun 1981. Yakni dengan terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Pusat.

Setahun setelah Tarmadji Boedi Harsono memimpin organisasi, sejumlah terobosan yang dimungkinkan bisa mendukung pengembangan sayap organisasi diluncurkan.Salah satu produk kebijakan yang dilahirkan adalah pendirian Yayasan Setia Hati Terate lewat Akta Notaris Dharma Sanjata Sudagung No. 66/1982. Yayasan Setia Hati Terate merupakan komitmen organisasi untuk andil memberikan nilai lebih bagi masyarakat, khususnya di sektor ril. Dalam perkembangannya, di samping berhasil mendirikan Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate di atas lahan seluas 12.290 m yang beriokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun, yayasan ini juga mendirikan dua lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Umum (SMU) Kususma Terate dan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate serta lembaga pendidikan ketrampilan siap pakai.

Sedangkan untuk meningkatkan perekonomian warganya, Tarmadji Boedi Harsono meluncurkan produk kebijakan dalam bentuk koperasi yang kemudian diberi nama Koperasi Terate Manunggal.

Hingga saat ini, Yayasan Setia Hati Terate telah memiliki sejumlah aset, antara lain tanah seluas 12.190 m2 yang di atasnya berdiri sarana dan prasarana phisik seperti: gedung Pendapa Agung Saba Wiratama, gedung Sekretariat Persaudaraan Setia Hati Terate, gadung PUSDIKLAT (Sasana Kridangga), gedung pertemuan (Sasana Parapatan), gedung Training Centre (Sasana Pandadaran), gedung Peristirahatan (Sasana Amongraga), Kantor Yayasan Setia Hati Terate, gedung SMU dan SMTP Kusuma Terate, gadung Koperasi Terate Manunggal dan Mushola Sabaqul Khoirot dan Gelanggang Adu Bebas SH Terate.

Searah dengan itu, pergaulannya dengan para tokoh Setia Hati Terate pun semakin diperluas. Beberapa tokoh berpengaruh di organisasi tercinta didatangi. Dari para tokoh yang didatangi itu, ia tidak saja mampu memperdalam olah gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate, tapi juga menerima banyak wejangan kerokhanian. Bahkan saat Tarmadji Boedi Harsono dipercaya untuk memimpin Setia Hati Terate, sejumlah tokoh yang dulu pemah dihubunginya itu dengan rela menyerahkan buku-buku pakem Ke-SH-an yang mereka tulis sendiri

Wejangan, baik lisan maupun tulisan, dari para tokoh dan sesepuh ini dikemudian hari dijadikan bekal dalam memimpin Persaudaraan Setia Hati Terate. Dan terlepas dari segala kelemahannya, terbukti Tarmadji Boedi Harsono mampu membawa Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi sebuah organisasi yang cukup diperhitungkan tidak saja di dunia persilatan tapi juga di sektor lainnya.

Sementara itu, penggarapan di sektor ideal dalam bentuk penyebaran ajaran budi luhur lewat Persaudaraan Setia Hati Terate tetap menjadi prioritas kebijakan. Dan hasilnya pun cukup melegakan. Terbukti, sejak tampuk pimpinan organisasi di pegang oleh Tarmadji Boedi Harsono, Persaudaraan Setia Hati Terate yang semula hanya berkutat di Pulau Jawa, sejengkal demi sejengkal mulai merambah ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan mengembang lagi hingga ke luar negeri. Tercatat hingga tahun 2009, Setia Hati Terate telah memiliki 196 cabang di 26 provinsi di Indonesia, 20 komisariat di perguruan tinggi dan manca negara dengan jumlah anggota mencapai 1,7 juta orang.

Yang patut dipertanyakan adalah, misteri apa berpusar dibalik keberhasilan dia membawa Persaudaraan Setia Hati Terate ke tingkat yang lebih terhormat dan cukup diperhitungkan. Jawabnya, temyata ada pada tiga titik inti yang jika ditarik garis lurus akan membentuk misteri segi tiga. Titik pertama berada di Desa Pilangbango, Madiun (kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo - titik lahimya Persaudaraan Setia Hati Terate), titik kedua berada di Pavilium Kabupaten Madiun (kediaman R.M Imam Koesoepangat - titik perintisan Persaudaraan Setia Hati Terate) dan titik ketiga berada di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun - titik H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate.

Kiprah di Luar SH Terate
Tampaknya memang bukan H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, jika ia hanya puas berkutat dengan prestasi yang dicapai di dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, ia pun terbukti tampil cukup diperhitungkan. Tokoh yang mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Unmer Madiun ini juga andil di organisasi masyarakat. Bahkan sempat menduduki sejumlah jabatan cukup strategis hampir di setiap organisasi yang diikutinya.

Sampai di sini musti disepakati, bahwa Mad Madji, disamping merupakan sentral figure Setia Hati Terate, ia juga menusia biasa. Manusia lumrah --- yang tetap harus dihargai hak dan kepentingannya sebagai makhluk pribadi. Seperti hak politik, hak privasi dan hak-hak untuk berinovasi dalam mengembangkan perekonomian keluarga.

Mendudukkan Mas Madji melulu di puncak idelisme ke-Setia Hati-an, jelas bukan sikap yang arif. Toh fakta berbicara, pada sisi inovasi pengembangan privasi ini, Mas Madji mampu mempertahankan citra organisasi. Pada sisi inovasi politk misalnya, karier Mas Madji ternyata cukup baik. Terbukti, melalui ideologi politik yang diikutinya, ia dipercaya menjadi wakil rakyat Kota Madiun hingga dua periode (periode 1987-1992 serta periode 1997 – 1999). Sukses karier politik kembali diraih periode 2004-2009. Yakni, menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Madiun.

Pada sisi ini ada pelajaran cukup berharga dari Mas Madji. Bahwa SH Terate tetap berafiliasi pada partai politik manapun. Berafiliasi artinya netral, tidak menginduk. Tapi sebagai bagian masyarakat berbangsa dan bernegara, SH Terate membebaskan anggotanya bergabung pada partai politik, sesuai dengan hati nuraninya.

Sementara jika ada warga SH Terate yang menjadikan partai politik sebagai jalan hidup, menjadi politikus, Mas Madji menghimbau, jadilah politikus yang luhur. Politikus yang tidak menjadikan partai sebagai lahan pekerjaan. Tapi menjadikan partai politik sebagai ajang dharma.

Patut pula dicatat, paro tahun 2008 ketika Kabupaten Madiun menggelar pemilihan bupati (Pilbup), Mas Madji sempat diminta menjadi calon bupati dari partai besar pemenang pemilu. Tapi permintaan ini ditolak dengan halus.Pertimbangan bahwa dirinya merupakan sentral figur di SH Terate menjadi alasan utama.

Pertimbangan lain, karena usia. Usia Mas Madji di tahun 2008 sudah 61 tahun.Tahapan usia yang mengilhami beliau secara berangsur-angsur sudah harus meninggalkan ranah kesatarian (dunia kesatria) dan masuk ke ranah kapanditan. Istilah yang sering dia ucapkan, jika hidup ini diibaratkan sebagai pusaran cakra (cakra manggilingan) sudah saatnya beliau meninggalkan puncak kejayaan material, berpusar menuju nilai-nilai kerokhanian (kapadintan).

Lewat sikapnya ini sesungguhnya Mas Madji telah melakukan sebuah pembelajaran bagi kadang SH Terate. Bahwa, manusia hidup itu harus sadar diri. Harus bisa menerima dengan ikhlas suratan takdir, hingga mampu dengan intens menghayati apa yang disebut sebagai lungguhing urip, jejering urip, sangkan paraning dumadi, jer lahir trusing bathin (totalitas eksistensi manusia dan kemanusiaanya.

Penolakan dengan halus itupun dilakukan Mas Madji ketika ditawari menduduki jabatan strategis oleh sejumlah partai politik. Prinsipnya, kalau toh dia harus terjun ke dunia politik, dia menjadikan politik sebagai bagian dari dharma. Bukan menjadikan politik sebagai lahan pekerjaan. Mas Madji menolak keras jika dituding sebagai pekerja politik. Sebab perekonomian keluarganya selama ini sudah ditopang oleh peruntungan wirausaha. Dan prinsip ini tak hanya berlaku sebagai jargon. Tapi eksis ditunjukkan lewat bukti dalam perjalanan karier politiknya.

Wajarlah, jika kharisma Mas Madji berdarma dalam hidup mendapat pengakuan berlebih. Sampai-sampai sejumlah media, baik terbitan nasional maupun regional, sempat memberi julukan pada dia sebagai “Tokoh Sejuta Pesona”.

Sementara itu, menyadari dirinya adalah seorang muslim, pada tahun 1995 ia bersama istri tercinta, Siti Ruwiatun berangkat ke tanah suci Mekah Al Mukaromah menjadi tamu Allah, menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni ibadah haji. Ibadah ini kembali diulang pada tahun-tahun berikutnya. Baik berupa haji maupun Umroh.

Tekad Mas Madji, jika Allah meridloi ia dan keluarganya akan melaksanakan ibadah mroh tiap tahun.Setiap ada kesempatan. Bahkan, pada setiap acara ulang tahun, beliau selalu bagi-bagi hadiah Umroh kepada kadang SH Terate. ”Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa saya ambil dengan beribadah Umroh. Setiap pulang beribadah Umroh, begitu kaki menginjak ke tanah air, jiwa saya mengatakan, Ya Allah, beri saya kesempatan untuk kembali memenuhi panggilanMu,” ujar Mas Madji.

Di komonitas al-haj Madiun dan sekitarnya, Mas Madji juga dapat tempat. Jabatan ketua IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kodya Madiun diamanatkan kepadanya. Masih terkait urusan haji, dia andil besar dalam kelompok bimbingan haji (KBIH) dan menjadi Direktur KBIH Al’Mabrur.

H. Tarmadji Boedi Harsono,SE juga tercatat membidani lahirnya sejumlah lembaga NGo di Kota Madiun. Lembaga itu bergerak hampir di segenap lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Tulisan ini diturunkan dari hasil wawancara saya, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun,H.Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Tokoh Sejuta Pesona (2)

Tokoh Sejuta Pesona (2)


Catatan Perjalanan Hidup H.Tarmadji Boedi Harsono,SE
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun

" SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Turun ke Gelangang

Keberhasilan Tarmadji Boedi Harsono meraih gelar Pendekar Tingkat I, tidak menjadikan dirinya besar kepala. la justru menerima anugerah tersebut dengan rasa syukur dan tetap tawakal. la berprinsip, keberhasilan itu barulah awal dari perjalanannya di dunia ilmu kanuragan. Masih banyak hal yang harus dipelajarinya. Dan, itu hanya bisa dilakukan jika ia tetap tekun berlatih dan belajar. Pilihannya sudah bulat. Maknanya, ia pun harus mampu melanjutkan perjalanan hingga ke titik akhir.

Pada tahun 1961, Tarmadji mulai masuk ke gelanggang pendulangan medali pencak silat dan berhasil meraih juara I dalam permainan ganda tingkat kanak-kanak se Jawa Timur, berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo. Sukses itu, diulang lagi tahun 1963. Di tahun yang sama, sebenamya Tarmadji berkeinginan turun ke pertandingan adu bebas di Madiun, akan tetapi Mas Imam melarang. la sempat menangis karena dilarang ikut bertanding. Tahun 1966, pasangan Tarmadji dan RB. Wijono kembali ikut kejuaraan yang sama di Jatim. Namun ia sombong sebelum bertanding. Meremehkan lawan. Akibatnya, gagal mempertahankan juara dan hanya berhasil merebut juara II. Kesombongan berbuah kehancuran. Kegagalan mempertahankan gelar ini, menjadikan dirinya malu berat dan tidak mau mengambil tropi kejuaraan.

Kasus serupa terulang lagi pada tahun 1968, saat mengikuti kejuaraan di Jember. Padahal sebelum berangkat Mas Imam sudah memperingatkan agar ia tidak usah ikut karena kurang persiapan. Namun Tarmadji nekat berangkat. Dan, hasilnya adalah kekalahan yang menyedihkan, karena hanya berhasil menjadi Juara harapan.

Kegagalan demi kegagalan mempertahankan gelar juara, menjadikan Tarmadji sadar bahwa sombong dan meremehkan lawan hanya akan menuai kekalahan. Untuk itu ia musti berlatih lagi. Pempersiapkan diri sebelum bertanding. Hasilnya, ia kembali mampu merebut juara I di Pra PON VII, Surabaya. Di PON VII, ia meraih juara III.

Pengalaman bertanding di gelanggang ini merupakan bekal Tarmadji melatih altet pada tahun-tahun tujuh puluhan. Bahkan pada tahun 1978, ia memberanikan diri menerjunkan altet ke gelanggang pertandingan, kendati Mas Imam, kurang sependapat. Dalam kurun waktu 1974-1978, Mas Imam sempat mengambil kebijakan tidak menurunkan atlet ke gelanggang. Namun pada tahun 1978, Tarmadji memberanikan diri membawa atlet asuhannya ke gelanggang. la pula yang berhasil meyakinkan Mas Imam, bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate masih tetap diperhitungkan di gelanggang kejuaraan. Terbukti, sejumlah atlet asuhannya, berhasil meraih medali kejuaraan.

Sementara itu, di luar ketekunannya memperdalam gerak raga, Tarmadji Boedi Harsono kian khusyuk dalam memperdalam olah rasa. Hubungan dekatnya dengan R.M Imam Koesoepangat, memberi kesempatan luas pada dirinya untuk memperdalam Ke-SH-an. Jika dulu, ketika belum disyahkan menjadi pendekar tingat I, ia hanya diajak mendampingi Mas Imam saat beliau melakukan tirakatan, sejak disyahkan ia mulai dibimbing untuk melakukan tirakatan sendiri. Beberapa tatacara dan tatakrama laku ritual mulai diberikan, di samping bimbingan dalam menghayati jatidiri di tengah-tengah rutinitas kehidupan ini.

Di penghujung tahun 1965, setamat Tarmadji Boedi Harsono dari SMA, semangatnya untuk memperdalam ilmu Setia Hati kian menggebu. Bahkan di luar perintah R.M Imam Koesoepangat, ia nekat melakukan tirakat puasa 100 hari dan hanya makan sehari satu kali.waktu matahari tenggelam (Magrib). Ritual ini ditempuh karena terdorong semangatnya untuk merubah nasib. la ingin bangkit dari kemiskinan. la tidak ingin berkutat di papan terendah dalam strata kehidupan. la ingin diperhitungkan.

Genap 70 hari ia berpuasa, R.M Imam Koesoepangat memanggilnya. Malam itu, ia diterima langsung di ruang dalem paliviun. Padahal biasanya Mas Imam hanya menerimanya di ruang depan atau pendopo. Setelah menyalaminya, Mas Imam malam itu meminta agar ia menyelesaikan puasanya. Menurut Mas Imam, jika puasanya itu diteruskan justru akan berakibat fatal."Dik Madji bisa gila, kalau puasanya diteruskan. Laku itu tidak cocok buat Dik Madji," ujar Mas Imam.

"Di samping itu," lanjut Mas Imam," Dik Madji itu bukan saya dan saya bukan Dik Madji. Maka, goleko disik sangune urip Dik, lan aja lali golek sangune pati (carilah bekal hidup lebih dulu dan jangan lupa pula mencari bekal untuk mati)."

Kemudian dengan bahasa isyarat (sanepan) Mas Imam memberikan petunjuk tata cara laku tirakat yang cocok bagi dirinya. "Api itu musuhnya air, Dik," ujar Mas Imam. Sanepan itu kemudian diterjemahkan oleh Tarmadji dalam proses perjalanan hidupnya, hingga suatu ketika ia benar-benar menemukan laku yang sesuai dengan kepribadiannya. la menyebut, laku tersebut sebagai proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Yakni, ilmu Setia Hati.

Malam itu juga, atas nasihat dari R.M Imam Koesoepangat, Tarmadji mengakhiri laku tirakatnya. Pagi berikutnya, ia mulai keluar rumah dan bergaul dengan lingkungan seperti hari-hari biasanya. Enam bulan berikutnya, ia mulai mencoba mencari pekerjaan dan diterima sebagai karyawan honorer pada Koperasi TNI AD, Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun. Pekerjaan ini dijalaninya hingga tahun 1971.

Ada cerita menarik seputar pengunduran diri Mas Madji dari pekerjaan sebagai karyawan di Koperasi TNI AD. Suatu hari ia dipanggil Mayor Kasmuri, salah satu petinggi Korem 081 Dhirotsaha Jaya saat itu. Setelah bertemu, perwira menengah itu malah menyuruh Mas Madji keluar dari pekerjaannya.
“Kene ki dudu panggonanmu. Panggonanmu ora ning kene, (Di sini bukan tampatmu. Tempatmu bukan di sini),” kata Mayor Kasmuri.

Mendengar itu semula Mas Madji kaget. Sebab, pekerjaan itu sudah dijalani lama. Bahkan proses pengangkatan dia sebagai pegawai negeri (sipil AD) sudah diurus. Tinggal menunggu turun SK yang kabarnya tinggal menunggu hari.

Tapi setelah dipikir dan ditimbang, akhirnya Mas Madji menurut. Ia putuskan keluar kerja dari Korem, meski tepat di hari dia keluar SK pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil keluar juga.

“Ada dorongan kuat yang menyurus saya keluar.Sekarang saya baru tahu, ternyata dorongan dan nasihat Mayor Kasmuri itu adalah isyarat bahwa tempat saya memang bukan di Korem, bukan sebagai pegawai negeri,” ujar Mad Madji.

Pada tahun 1972, ia berpindah kerja di Kantor Bendahara Madiun, namun hanya bertahan beberapa bulan dan pindah kerja lagi di PT. Gaper Migas Madiun pada paroh tahun 1973. Setahun kemudian, ia menikah dengan Hj.Siti Ruwiyatun, setelah dirinya yakin bahwa honor pekerjaannya mampu untuk membina mahligai rumah tangga. (Dari pemikahannya ini, Tarmadji Boedi Harsono dikaruniai tiga orang putra. Yakni Dani Primasari Narendrani,S.E, Drs. Bagus Rizki Dinarwan SST, dan Arya Bagus Yoga Satria,SE).

Di tempat kerja yang baru ini, tampaknya, Tarmadji menemukan kecocokan. Terbukti, ia bisa bertahan lama. Bahkan pada tahun 1975 ia ditunjukkan untuk menjadi semi agen minyak tanah dan diberi keleluasaan untuk memasarkan sendiri. Berawal dari sini, perekonomian keluarganya mulai kokoh. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa menyisihkan penghasilannya, hingga pada tahun 1976 berhasil membeli armada tangki minyak tanah sendiri. Berkat keuletan dan perjuangan panjang tanpa kenal menyerah, pada tahun 1987, Termadji Boedi Harsono diangkat menjadi agen resmi Pertamina.

Dalam perkembangannya, ia bahkan berhasil dipercaya untuk membuka SPBU (Pom Bensin) di Beringin Ngawi. Hingga tahun 2009, SPBU milik Mas Madji, bertambah hingga tiga buah. Bahkan di dunia bisnis migas ini, ia ditunjuk memegang jabatan sebagai Ketua III, DPD V Hiswana Migas dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB. Dan, serta Ketua Hiswana Migas Madiun.

Tampaknya dunia wirausaha memang tepat baginya. Ini bisa dilihat lewat pengembangan sayap usahanya, yang tidak hanya berkutat dibidang migas,tapi juga merambah ke dunia telekomunikasi dengan mendirikan sejumlah Wartel (warung telekomunikasi). Malahan di bidang ini, ia ditunjuk debagai Ketua APWI (Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia) untuk daerah Madiun dan sekitarnya.

Di sela-sela kesibukan kerja Tarmadji Boedi Harsono tetap mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, tidak jarang ia rela mengalahkan kepentingan keluarga dan pekerjaannya demi Persaudaraan Setia Hati Terate. " SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Sementara itu, kebiasaan nyantrik di kediaman R.M Imam Koesoepangat terus dijalani. Kepercayaan dan perhatian Mas Imam sendiri setelah ia berhasil menyelesaikan pelajaran tingkat I, semakin besar. Sampai-sampai kemana pun Mas Imam pergi, ia selalu diajak mendampinginya. Tahun 1970 ia disyahkan menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate tingkat II. Tahun 1971, Tarmadji dipercaya menjadi Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun. Jabatan tersebut dijalani hingga tahun 1974.

Latihan Tingkat III

Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun 1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III.

"Kula piyambak,Mas? (Saya sendiri,Mas?)" tanya Tarmadji agak kaget.

"Njih.Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya, Dik. Hanya Dik Tarmadji sendiri!)" jawab Mas Imam.

Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun, menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika sendirian. "Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), "Tarmadji meminta.

"Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik Madji minta teman, siapa?)" tanya Mas Imam.

Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam bemiat hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman.

"Sapa Dik, kancamu?" tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut nama Soediro.

Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia, akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko. Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe). Karenanya, ia langsung menyanggupi.

Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut panjang. Dan, Wallahu a'lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa.

Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga anrwah beliau diterima di sisi-Nya.


Tulisan ini diturunkan dari hasil wawancara saya, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun,H.Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Tokoh Sejuta Pesona (1)

Tokoh Sejuta Pesona (1)


Catatan Perjalanan Hidup H.Tarmadji Boedi Harsono,SE
Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun

" SH Terate adalah darah daging saya. la sudah menjadi bagian dari hidup saya," ujar Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun H Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Kenangan Masa Kecil

Hidup tak ubahnya seperti air. Bergerak mengalir dari hulu, berproses, menuju muara. Begitupun perjalanan hidup H.Tarmadji Boedi Harsono, S.E. Siswa kinasih R.M. Imam Koesoepangat (peletak dasar reformasi ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate ) ini, layaknya sebagai manusia lumrah telah berproses melewati perjalanan waktu penuh liku-liku dalamnya.

Atas proses serta bimbingan langsung dari RM. Imam Koesoepangat itu pulalah, akhirnya akhirnya mencapai puncak tataran ilmu Setia Hati dan dan dipercaya menjadi Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun empat periode berturut-turut sejak tahun 1981 hingga sekarang (tahun 2009).

H.Tarmadji Bedi Harsono, S.E, lahir di Madiun, Februari 1946. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara, dari keluarga sederhana dengan tingkat perekonomian pas-pasan. Ayahnya, Suratman, hanyalah seorang pegawai di Departemen Transmigrasi, sedangkan ibunya, Hj. Tunik (almarhum) hanya sebagai ibu rumah tangga. Dari latar belakang keluarga ini, dia pun melewati masa kecil penuh kesederhanaan. Namun ketika Tarmadji Boedi Harsono beranjak dewasa, kekurangan ini justru melahirkan semangat juang tinggi dalam merubah nasib, hingga dia berhasil menjadi seorang tokoh cukup diperhitungkan. Sosok tokoh yang tidak saja diperhitungkan di sisi harkat dan martabatnya, akan tetapi juga berhasil menyeruak kepermukaan dan mampu mengenyam kehidupan cukup layak dan wajar.

Masa kecil H.Tarmadji Boedi Harsono,S.E, sendiri berjalan biasa-biasa saja, laiknya seorang bocah. Di kalangan teman sepermainannnya, dia dikenal sebagai anak pemberani dan nakal. Bahkan sejak duduk di bangku kelas 3 SD Panggung Madiun, Tarmadi (demikian dia punya nama kecil) sudah berani berkelahi di luar. Kenakalannnya berlanjut hingga ia masuk SMP. Bahkan ketika duduk di SMU I Madiun, ia pernah diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika tetap senang berkelahi.

Yang agak berbeda dibanding teman seusia adalah, kesukaan dia bermain dengan teman yang usianya jauh lebih tua. Barangkali karena kesukaannya ini, kelak menjadikan cara berpikir Tarmadji Boedi Harsono cepat kelihatan dewasa.

Masuk Setia Hati Terate


Tarmadji Boedi Harsono mulai tertarik pada olah kanuragan (beladiri), saat berusia 12 tahun. Ceritanya, saat itu, tahun 1958, di halaman Rumah Dinas Walikota Madiun digelar pertandingan seni beladiri pencak silat (sekarang pemainan ganda). Satu tradisi tahunan yang selalu diadakan untuk menyambut hari proklamasi kemerdekaan. Tarmadji kecil sempat kagum pada permainan para pendekar yang tanpil di panggung. Terutama R.M Imam Koesoepangat, yang tampil saat itu dan keluar sebagai juara.

Sepulang melihat gelar permainan seni bela diri beladiri pencat silat itu, benaknya dipenuhi obsesi keperkasaan para pendekar yang tampil di gelangggang. Ia bermimipi dalam cita rasa dan kekaguman jiwa kanak-kanak. Cita rasa dan kekaguman itu, menyulut keinginan dia belajar pencak agar agar menjadi pendekar perkasa. Sosok pendekar sakti sekaligus juara, persis seperti yang tergambar dalam benaknya.

Kebetulan tidak jauh dari rumahnya, tepatnya di Paviliun Kabupaten Madiun (rumah keluarga R.M. Koesoepangat, terletak bersebelahan dengan Pendopo Kabupaten Madiun) ada latihan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Pelatihnya adalah R.M. Imam Koesoepangat. Selang sepekan sejak menonton permainan seni pencak silat di halaman Rumah Dinas Walikota itu, Tarmadji Boedi Harsono memberanikan diri menemui R.M Imam Koesoepangat, meminta agar diperbolehkan ikut latihan ikut latihan. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan usianya masih terlalu muda.

Saat itu, ada tata tertib, yang boleh mengikuti latihan Persausaraan Setia Hati Terate adalah anak dengan usia 17 tahun ke atas (sudah dewasa). Atau anak yang sudah duduk di bangku SLTA . Ia baru diperbolehkan ikut latihan pada tahun berikutnya, yakni tahun 1959. Kebetulan adik mas Imam, R.M. Abdullah Koesnowidjojo (mas gegot), juga ngotot ingin ikut latihan. Untuk menemani, Tarmadji, akhirnya diperbolehkan ikut latihan, dengan syarat, harus menempati baris paling belakang, bersama-sama dengan Mas Gegot.

Kesempatan pertama yang diberikan padanya, benar, tak disia-siakan. Hari-hari setelah diizinkan ikut latihan, boleh dibilang, dipenuhi gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate. Apalagi jadwal latihan saat itu belum terformat seperti sekarang ini. Kadang siang hari, sepulang R.M. Imam Koesoepangat dari pekerjaannya. Tidak jarang, ia berlatih di malam hari hingga waktu fajar. Satu hal yang cukup mendukung proses latihaimya adalah kedekatan tempat tinggalnya dengan Pavilium. Ini karena rumah keluarga Tarmadji hanya terpaut sekitar 200 meter arah barat dari Paviliun. Terlebih, R.M. Abdullah Koesnowidjojo sendiri merupakan teman akrabnya. Hampir setiap hari, ia bermain di Pavilium dan setiap pukul 13.00 WIB, ia dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo, telah menunggu kepulangan Mas Imam (panggilan akrab R.M. Imam Koesoepangat) di beranda Pavilium. Begitu melihat Mas Imam pulang, ia langsung menyalaminya dan bersabar menunggu sang pelatih makan siang. Kadang harus bersabar pula menunggu cukup lama, karena Mas Imam perlu istirahat selepas kerja.

Berhari-hari, berbulan bahkan bertahun, ketekunan dan kesabaran serupa itu dilakukannya. Obsesinya hanya satu, ia ingin menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate. Seorang pendekar yang tidak saja menguasai ilmu beladiri, tapi juga mengerti hakikat kehidupan. la ingin tampil menjadi sosok manusia seutuhnya. Manusia yang cukup diperhitungkan, menjadi teladan bagi sesama. Dan,jalan itu kini mulai terbuka. Tarmadji Boedi Harsono tidak ingin menyia-nyiakannya

Ketekunan dan kemauan kerasnya itu, menjadikan R.M. Imam Koesoepangat menaruh perhatian penuh padanya. Perhatian itu ditunjukkan dengan seringnya dia diajak mendampingi beliau melakukan tirakatan ke berbagai tempat, kendati saat itu masih siswa dan belum disyahkan.

Dari Paviliun ini, Tarmadji Boedi Harsono kecil, selain belajar pencak silat, juga mulai menyerap ajaran tatakrama pergaulan dalam lingkup kaum ningrat. Satu tatanan pergaulan kelompok bangsawan trah kadipaten pada zamannya. Pergaulannya dengan R.M. Imam Koesoepangat ini, membuka cakrawala baru baginya. Tarmadji yang lahir dan berangkat dari keluarga awam, sedikit demi sedikit mulai belajar tatakrama rutinitas hidup kaum bangsawan. Dari tatakrama bertegur sapa dengan orang yang usianya lebih tua, bertamu, makan, minum. hingga ke hal-hal yang berbau ritual, misalnya olahrasa (latihan mempertajam daya cipta) atau laku tirakat. Dalam istilah lebih ritual lagi, sering disebut sebagai tapa brata, di samping tetap tekun belajar olah kanuragan.

Salah satu pesan yang selalu ditekankan R.M. Imam Koesoepangat setiap kali mengajak dia melakukan tirakatan adalah; "Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus rajin melakukan tirakat. Disiplin mengendalikan dirimu sendiri dan jangan hanya mengejar kesenangan hidup. Nek sing mokgoleki senenge, bakal ketemu sengsarana. Kosokbaline, nek sing mokgoleki sengsarane, bakal ketemu senenge (Jika kamu hanya mengejar kesenangan kamu akan terjerumus ke lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika kamu rajin berlatih, mengendalikan hawa nafsu tirakatan, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan). Ingat, Sepira gedhening sengsara, yen tinampa amung dadi coba (Seberat apa pun kesengsaraan yang kamu jalani, jika diterima dengan lapang dada, akan membuahkan hikmah).

Berangkat dari Pavilum ini pula, dia mulai mengenal tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate, seperti Soetomo Mangkoedjojo, Badini, Salyo (Yogyakarta). Murtadji (Solo), Sudardjo (Porong) dan Harsono (putra Ki HadjarHardjo Oetomo -pendiri PSHT), Koentjoro, Margono, Drs. Isayo (ketiganya tinggal di Surabaya, serta Niti (Malang). Di samping mulai akrab dengan sesama siswa Persaudaraan Setia Hati Terate. Di antaranya, Soedibjo (sekarang tinggal di Palembang), Sumarsono (Madiun), Bambang Tunggul Wulung (putra Soetomo Mangkoedjojo, kini tinggal di Semarang), Sudiro (alm), Sudarso (alm), Bibit Soekadi (alm) dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo (alm).

Suatu malam, tepatnya sepekan sebelum dia disyahkan, Soetomo Mangkoedjojo datang ke rumahnya. Padahal saat itu malam sudah larut dan ia sendiri mulai beranjak tidur. Mendengar suara ketukan di pintu, ia pun bangkit, membukakan pintu. la sempat kaget saat mengetahui yang datang adalah tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate. Namun ketika dipersilakan masuk, Soetomo Mangkoedjojo menolaknya dan hanya berpesan," Dik, persaudaraan nang SH Terate, nek ana sedulure teko, mbuh iku awan apa bengi, bukakno lawang sing amba. Mengko awakmu bakal entuk hikmahe, " (Dik, Persaudaraan di Setia Hati Terate itu, jika ada saudara datang, entah itu siang atau malam, bukakan pintu lebar-lebar. Nanti, engkau bakal mendapatkan hikmah.)"

Pesan dari tokoh peletak dasar organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate itu, hingga di hari tuanya,seolah-olah terus terngiang dalam benaknnya. Pesan itu pulalah yang menjadikan dirinya setiap saat selalu bersedia membukakan pintu bagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate yang bertandang ke rumahnya di Jl. MT. Haryono 80 Madiun, hingga saat ini.

Setelah berlatih selama lima tahun, yakni pada tahun 1963, Tarmadji Boedi Harsono disyahkan menjadi Pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate Tingkat I, bersama-sama Soediro,Soedarso, Bibit Soekadi, Soemarsono, Soedibjo, Bambang Tunggul Wulung dan R.M Abdullah Koesnowidjojo.

Tulisan ini diturunkan dari hasil wawancara saya, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun,H.Tarmadji Boedi Harsono,SE.

Alam Sebagai Guru Sejati

Alam Sebagai Guru Sejati


Guru sejati adalah alam. Maknanya, untuk mendapatkan pelajaran, diperlukan kecermatan dan penghayatan terhadap setiap perubahan dalamnya.

Mencermati peredaran bumi, melihat dan merasakan perubahan cuaca, menganalisis setiap jejak dan perubahan manusia, hewan serta tetumbuhan, muncul sebuah pertanyaan klasik dalam permenungan kita. Yakni dari mana, untuk apa dan akan dikemanakan seluruh dunia dan isinya ini setelah tercipta? Dalam ungkapan Jawa, pertanyaan tersebut sering diistilahkan sebagai sangkan paraning dumadi.

Munculnya pertanyaan itu, sunggguh merupakan kilas fakta kodrati. Barangkali malah sedikit eliter. Sebab, tidak semua manusia sempat dan berkemauan untuk merenungkannya. Boleh jadi, orang yang tertarik untuk maemikirkannya hanya sebagaian kecil dari masyarakat religius yang memang berkehendak mencari ketentraman batin.

Sebut sebagai misal, kelompok sufisme. Pertanyaan azasi ini, oleh kaun sufisme, dijadikan bahan kajian untuk mencapai tataran pencerahan jiwa. Mereka menyebutnya sebagai dzikir alam atau tafakur alam.

Kelompok lain yang gemar melakukan permenungan serupa adalah kaum penyair. Mereka menamakannya sebagai langkah menjaring inspirasi. Sementara kaum eksitensialis lebih suka menyebut sebagai ritual ko-eksistensi, atau ritual bumi. Mereka melihat langit, melihat bintang rembulan, matahari, perubahan musim, atau isyarat alam. Kemudian mereka mencoba menghubungkannya dengan peristiwa yang terjadi. Dan catatan itu jika di kemudian hari mereka mendapatkan isyarat yang sama, dengan mudah akan dijadikan patokan bahwa sesuatu yang berhubungan erat dengan isyarat itu, kuat dipastikan akan terjadi. Orang kemudian menyebutnya sebagai ramalan masa depan atau prediksi hari esok. Misalnya, ramalan bintang, kitab-kitab primbon dan yang lebih ngetren serta era kaitannya dengan perubahan musim adalah prakiraan cuaca.

Pencarian makna tersembunyi atau misteri yang terkandung dalam perubahan alam ini, sewajarnya dilakukan oleh penghuni alam semesta. Sebab, dari perburuan itu, akan berkelebat ratusan bahkan ribuan pertanyaan, sekaligus jawabannya. Dari penjelajahan itu pula, mereka akan mendaparkan hikmah yang bisa dijadikan bekal dalam mengarungi kehidupan di mayapada ini.

Karena itu, saya pribadi lebih suka menyebut alam semesta sebagai guru sejati. Guru sejati adalah alam. Maknanya untuk mendapatkan pelajaran diperlukan kecermatan dan penghayatan terhadap setiapperubahan didalamnya. Kenapa? Sebab alam tak pernah berbohong kepada manusia. Alam juga tidak p ernah mengelabui hewan dan tumbuhan. Ia, oleh Allah, telah dicipta dengan daya keseimbangan atau tertata dalam alur harmoni. Contoh kongkret, tidak akan turun hujan jika tidak ada awan atau mendung.nyala api selalu menimbulkan suhu panas. Sebaliknya air, akan meredakan panas menjadi dingin.

Pranatan Keseimbangan
Contoh tersebut merupakan fakta sekaligus promis sederhana yang bisa dikembangkan lagi menjadi rumus atau patokan kehidupan. Bahkan dalam pranatan lebih tinggi lagi, bisa dijadikan pedoman untuk mengungkapkan misteri hukum sebab akibat atau causa prima.

Sebab, yakin atau tidak, sesuatu bakal terjadi setelah melalui proses sebab akibat. Contohnya, sifat dasar air akan selalu mencari tempat yang datar. Sebab, hukum keseimbangan air berada pada tataran datar atau rata. Dalam fakta kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Kemudian, ia akan berhenti tenang setelah menemukan tempat datar. Itu artinya, bahwa, hukum keseimbangan air berada di tempat datar atau rata.

Konsekuensinya, jika dalam proses mencari nilai-nilai keseimbangan itu air menemukan hambatan, misalnya, terbendung, misalnya karena banyak kali atau drainase yang dipenuhi sampah, maka akan terjadi banjir yang berdampak menyengsarakan umat manusia.

Dari contoh paling sederhana ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa jika nilai-nilai keseimbangan terganggu dan tidak terjaga, maka akan berdampak buruk lagi bagi kehidupan manusia. Sebaliknya, jika nilai keseimbangan itu berjalan sesuai dengan kodrat dan iramany, maka dampaknya justru akan memberi keberuntungan bagi umat manusia.

Pelajaran berharga lain dari proses hukum sebab akibat itu, jika kita mau menerapkannya pada kehidupan sehari-hari, pada gilirannya akan membuka peluang terbukanya indera kekenam. Kita lebih suka menyebutnya dengan istilah mengerti sebelum terjadi (Weruh Sadurunge Winarah).

Sebab, salah satu sifat dasar indera keenam adalah menyatu pada hukum pasti. Tidak berubah dan tidak pula bisa diubah. Kecuali, jika ada proses irodati yang berkehendak merubahnya. Contohnya Si A terbiasa pergi mengendarai mobil, setiap ia pergi, tidak lupa mengunci pintu gerbang rumahnya. Jika ia pergi malam hari, selain mengunci pintu gerbang juga mematikan lampu dikamar tamu.

Mencermati kebiasaan Si A, maka akan bisa ditarik sebuah kepastian, bahwa ketika kijang Si A tidak berada di garasi, ketika pintu gerbang rumahnya terkunci dan lampu ruang tamu tidak menyala, berarti Si A sedang pergi alias tidak berada di rumah. Contoh-contoh semacam itu dengan mudah akan kita temukan dalam kehidupan sehari-hari dan seyogyanya, kita mau mencermatinya. Dan, yakin atau tidak, percaya atau mengingkarinya, jika kita mau mencermati setiap perubahan-perubahan seperti itu, pada gilirannya akan memberikan peluang pada indera kita untuk menangkap seseuatu yang belum terjadi. Sebab, sekali lagi, kodrat alam adalah menyatu dalam pranatan keseimbangan. Sifat dasarnya, menurut hukum sebab akibat. Dan, muaranya adalah kepastian-kepastian yang tak terbantahkan.

Dalam proses pembelajaran SH Terate, hukum timbal balik ini dilambangkan sebagian pancaran sinar kasih berbentuk sianr yang bersumber dari hati putih berbatas garis merah.

Tulisan ini bersumber dari hasil wawancara saya, Andi Casiyem Sudin dengan Ketua Umum SH Terate Pusat Madiun, H. Tarmadji Boedi Harsono,SE

Sejarah PSHT eyang surro



Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo nama kecilnya adalah Muhamad Masdan, yang lahir pada tahun 1876 di Surabaya putra sulung Ki Ngabei Soeromihardjo (mantri cacar di ngimbang kab: jombang Ki ngabei Soeromihardjo adalah saudara sepupu RAA Soeronegoro (bupati Kediri pada saat itu). Ki Ageng soerodiwirdjo mempunyai garis keterunan batoro katong di Ponorogo, beliau kawin dengan ibu sarijati umur 29 tahun di surabaya dari perkawinan itu dianugrahi 3 anak laki-2 dan 2 anak perempuan namun semuanya meninggal dunia sewaktu masih kecil.
Pada usia 14 tahun (th 1890) beliau lulus SR sekarang SD kemudian diambil putra oleh pamanya (wedono di wonokromo) dan tahun 1891 yaitu tepat berusia 15 tahun ikut seorang kontrolir belanda di pekerjakan sebagai juru tulis tetapi harus magang dahulu (sekarang capeg). Pada usia yang relatif masih muda Ki Ageng Soerodiwirdjo mengaji di pondok pesantren tibu ireng jombang, dan disini lah beliau belajar pencak silat pada tahun 1892 pindah ke bandung tepatnya di parahyangan di daerah ini beliau berksempatan menambah kepandaian ilmu pencak silat. Ki Ageng Soerodiwirdjo adalah seorang yang berbakat, berkemauan keras dan dapat berfikir cepat serta dapat menghimpun bermacam-macam gerak langkah permainan. Pencak silat yang di ikuti antar lain:
* Cimande
* Cikalong
* Cibaduyut
* Ciampea
* Sumedangan
Tahun 1893 beliau pindah ke jakarta, di kota betawi ini hanya satu tahun tetapi dapat mempergunakan waktunya untuk menambah pengetahuan dalam belajar pencak silat yaitu:
* Betawian
* Kwitangan
* Monyetan
* Toya
Pada tahun 1894 Ki Ageng Soerodiwirdjo pindah ke bengkulu karena pada saat itu orang yang di ikutinya (orang belanda) pindah kesana.di bengkulu permainanya sama dengan di jawa barat, enam bulan kemudian pindah ke padang. Di kedua daerah ini Ki Ageng Soerodiwirdjo juga memperdalam dan menambah pengetahuannya tentang dunia pencak silat. Permainan yang diperolehnya antara lain : minangkabau
* Permainan padang Pariaman
* Permainan padang Sidempoan
* Permainan padang Panjang
* Permainan padang Pesur / padang baru
* Permainan padang sikante
* Permainan padang alai
* Permainan padang partaikan
Permainan yang di dapat dari bukit tinggi yakni :
* Permainan Orang lawah
* Permainan lintang
* Permainan solok
* Permainan singkarak
* Permainan sipei
* Permainan paya punggung
* Permainan katak gadang
* Permainan air bangis
* Permainan tariakan
Dari daerah tersebut salah satu gurunya adalah Datuk Rajo Batuah. Beliau disamping mengajarkan ilmu kerohanian. Dimana ilmu kerohanian ini diberikan kepada murid-murid beliau di tingkat II.
Pada tahun 1898 beliau melanjutkan perantuanya ke banda aceh, di tempat ini Ki Ageng Soerodiwirdjo berguru kepada beberapa guru pencak silat, diantarnya :
* Tengku Achamd mulia Ibrahim
* Gusti kenongo mangga tengah
* Cik bedoyo
Dari sini diperoleh pelajaran – pelajaran, yakni:
* Permainan aceh pantai
* Permainan kucingan
* Permainan bengai lancam
* Permainan simpangan
* Permainan turutung
Pada tahun 1902 Ki Ageng Soerodiwirdjo kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi dengan pangkat mayor polisi. Tahun 1903 di daerah tambak Gringsing untuk pertama kali Ki Ageng Soerodiwirdjo mendirikan perkumpulan mula-mula di beri nama ‘SEDULUR TUNGGAL KECER” dan permainan pencak silatnya bernama “ JOYO GENDELO” .
Pada tahun 1917 nama tersebut berubah, dan berdirilah pencak silat PERSAUDARAAN SETIA HATI, (SH) yang berpusat di madiun tujuan perkumpulan tersebut diantaranya, agar para anggota (warga) nya mempunyai rasa Persaudaraan dan kepribadian Nasional yang kuat karena pada saat itu Indonesia sedang di jajah oleh bangsa belanda. Ki Ageng Soerodiwirdjo wafat pada hari jum`at legi tanggal 10 nopember 1944 dan di makamkan di makam Winongo madiun dalam usia enam puluh delapan tahun (68).

SEJARAH PERJALANAN MAS TARMADJI

Hidup tak ubahnya seperti air. Bergerak mengalir dari hulu, berproses, menuju muara. Begitupun perjalanan hidup H.Tarmadji Boedi Harsono, S.E. Siswa kinasih R.M. Imam Koesoepangat (peletak dasar reformasi ajaran Persaudaraan Setia Hati Terate ) ini, layaknya sebagai manusia lumrah telah berproses melewati perjalanan waktu liku-liku dalamnya. Atas proses serta bimbingan langsung dari RM. Imam Koesoepangat itu pulalah, akhirnya akhirnya mencapai puncak tataran ilmu Setia Hati dan dan dipercaya menjadi Ketua Umum Pusat empat periode berturut-turut sejak, sejak tahun 1981 hingga tahun 2000. H.Tarmadji Boedi Harsono, S.E, lahir di Madiun, Februari 1946. Ia merupakan anak sulung dari enam bersaudara, dari keluarga sederhana dengan tingkat perekonomian pas-pasan. Ayahnya, Suratman, hanyalah seorang pegawai di Departemen Transmigrasi, sedangkan ibunya, Hj. Tunik hanya sebagai ibu rumah tangga. Dari latar belakang keluarga ini, dia pun melewati masa kecil penuh kesederhanaan. Namun ketika Tarmadji Boedi Harsono beranjak dewasa, kekurangan ini justru melahirkan semangat juang tinggi dalam merubah nasib, hingga dia berhasil menjadi seorang tokoh cukup diperhitungkan. Sosok tokoh yang tidak saja diperhitungkan di sisi harkat dan martabatnya, akan tetapi juga berhasil menyeruak kepermukaan dan mampu mengenyam kehidupan cukup layak dan wajar.
Masa kecil H.Tarmadji Boedi Harsono,S.E, sendiri berjalan biasa-biasa saja, laiknya seorang bocah. Di kalangan teman sepermainannnya, dia dikenal sebagai anak pemberani dan nakal. Bahkan sejak duduk di bangku kelas 3 SD Panggung Madiun, Tarmadi (demikian dia punya nama kecil) sudah berani berkelahi di luar. Kenakalannnya berlanjut hingga ia masuk SMP. Bahkan ketika duduk di SMU I Madiun, ia pernah diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika tetap senang berkelahi.
Yang agak berbeda dibanding teman seusia adalah, kesukaan dia bermain dengan teman yang usianya jauh lebih tua. Barangkali karena kesukaannya ini, kelak menjadikan cara berpikir Tarmadji Boedi Harsono cepat kelihatan dewasa.
Masuk Persaudaraan Setia Hati Terate
Tarmadji Boedi Harsono mulai tertarik pada olah kanuragan (beladiri), saat berusia 12 tahun. Ceritanya, saat itu, tahun 1958, di halaman Rumah Dinas Walikota Madiun digelar pertandingan seni beladiri pencak silat (sekarang pemainan ganda). Satu tradisi tahunan yang selalu diadakan untuk menyambut hari proklamasi kemerdekaan. Tarmadji kecil sempat kagum pada permainan para pendekar yang tanpil di panggung. Terutama R.M Imam Koesoepangat, yang tampil saat itu dan keluar sebagai juara.
Sepulang melihat gelar permainan seni bela diri beladiri pencat silat itu, benaknya dipenuhi obsesi keperkasaan para pendekar yang tampil di gelangggang. Ia bermimipi dalam cita rasa dan kekaguman jiwa kanak-kanak. Cita rasa dan kekaguman itu, menyulut keinginan dia belajar pencak agar agar menjadi pendekar perkasa. Sosok pendekar sakti sekaligus juara, persis seperti yang tergambar dalam benaknya.
Kebetulan tidak jauh dari rumahnya, tepatnya di Paviliun Kabupaten Madiun (rumah keluarga R.M. Koesoepangat, terletak bersebelahan dengan Pendopo Kabupaten Madiun) ada latihan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate. Pelatihnya adalah R.M. Imam Koesoepangat. Selang sepekan sejak menonton permainan seni pencak silat di halaman Rumah Dinas Walikota itu, Tarmadji Boedi Harsono memberanikan diri menemui R.M Imam Koesoepangat, meminta agar diperbolehkan ikut latihan ikut latihan. Namun, permintaan itu ditolak dengan alasan usianya masih terlalu muda.
Saat itu, ada tata tertib, yang boleh mengikuti latihan Persausaraan Setia Hati Terate adalah anak dengan usia 17 tahun ke atas (sudah dewasa). Atau anak yang sudah duduk di bangku SLTA . Ia baru diperbolehkan ikut latihan pada tahun berikutnya, yakni tahun 1959. Kebetulan adik mas Imam, R.M. Abdullah Koesnowidjojo (mas gegot), juga ngotot ingin ikut latihan. Untuk menemani, Tarmadji, akhirnya diperbolehkan ikut latihan, dengan syarat, harus menempati baris paling belakang, bersama-sama dengan Mas Gegot.
Kesempatan pertama yang diberikan padanya, benar, tak disia-siakan. Hari-hari setelah diizinkan ikut latihan, boleh dibilang, dipenuhi gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate. Apalagi jadwal latihan saat itu belum terformat seperti sekarang ini. Kadang siang hari, sepulang R.M. Imam Koesoepangat dari pekerjaannya. Tidak jarang, ia berlatih di malam hari hingga waktu fajar. Satu hal yang cukup mendukung proses latihaimya adalah kedekatan tempat tinggalnya dengan Pavilium. Ini karena rumah keluarga Tarmadji hanya terpaut sekitar 200 meter arah barat dari Paviliun. Terlebih, R.M. Abdullah Koesnowidjojo sendiri merupakan teman akrabnya. Hampir setiap hari, ia bermain di Pavilium dan setiap pukul 13.00 WIB, ia dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo, telah menunggu kepulangan Mas Imam (panggilan akrab R.M. Imam Koesoepangat) di beranda Pavilium. Begitu melihat Mas Imam pulang, ia langsung menyalaminya dan bersabar menunggu sang pelatih makan siang. Kadang harus bersabar pula menunggu cukup lama, karena Mas Imam perlu istirahat selepas kerja.
Berhari-hari, berbulan bahkan bertahun, ketekunan dan kesabaran serupa itu dilakukannya. Obsesinya hanya satu, ia ingin menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate. Seorang pendekar yang tidak saja menguasai ilmu beladiri, tapi juga mengerti hakikat kehidupan. la ingin tampil menjadi sosok manusia seutuhnya. Manusia yang cukup diperhitungkan, menjadi teladan bagi sesama. Dan,jalan itu kini mulai terbuka. Tarmadji Boedi Harsono tidak ingin menyia-nyiakannya
Ketekunan dan kemauan kerasnya itu, menjadikan R.M. Imam Koesoepangat menaruh perhatian penuh padanya. Perhatian itu ditunjukkan dengan seringnya dia diajak mendampingi beliau melakukan tirakatan ke berbagai tempat, kendati saat itu masih siswa dan belum disyahkan.
Dari Paviliun ini, Tarmadji Boedi Harsono kecil, selain belajar pencak silat, juga mulai menyerap ajaran tatakrama pergaulan dalam lingkup kaum ningrat. Satu tatanan pergaulan kelompok bangsawan trah kadipaten pada zamannya. Pergaulannya dengan R.M. Imam Koesoepangat ini, membuka cakrawala baru baginya. Tarmadji yang lahir dan berangkat dari keluarga awam, sedikit demi sedikit mulai belajar tatakrama rutinitas hidup kaum bangsawan. Dari tatakrama bertegur sapa dengan orang yang usianya lebih tua, bertamu, makan, minum. hingga ke hal-hal yang berbau ritual, misalnya olahrasa (latihan mempertajam daya cipta) atau laku tirakat. Dalam istilah lebih ritual lagi, sering disebut sebagai tapa brata, di samping tetap tekun belajar olah kanuragan.
Salah satu pesan yang selalu ditekankan R.M. Imam Koesoepangat setiap kali mengajak dia melakukan tirakatan adalah; “Jika kamu ingin hidup bahagia, kamu harus rajin melakukan tirakat. Disiplin mengendalikan dirimu sendiri dan jangan hanya mengejar kesenangan hidup. Nek sing mokgoleki senenge, bakal ketemu sengsarana. Kosokbaline, nek sing mokgoleki sengsarane, bakal ketemu senenge (Jika kamu hanya mengejar kesenangan kamu akan terjerumus ke lembah kesengsaraan. Sebaliknya jika kamu rajin berlatih, mengendalikan hawa nafsu tirakatan, kelak kamu akan menemukan kebahagiaan). Ingat, Sepira gedhening sengsara, yen tinampa amung dadi coba (Seberat apa pun kesengsaraan yang kamu jalani, jika diterima dengan lapang dada, akan membuahkan hikmah).
Berangkat dari Pavilum ini pula, dia mulai mengenal tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate, seperti Soetomo Mangkoedjojo, Badini, Salyo (Yogyakarta). Murtadji (Solo), Sudardjo (Porong) dan Harsono (putra Ki HadjarHardjo Oetomo -pendiri PSHT), Koentjoro, Margono, Drs. Isayo (ketiganya tinggal di Surabaya, serta Niti (Malang). Di samping mulai akrab dengan sesama siswa Persaudaraan Setia Hati Terate. Di antaranya, Soedibjo (sekarang tinggal di Palembang), Sumarsono (Madiun), Bambang Tunggul Wulung (putra Soetomo Mangkoedjojo, kini tinggal di Semarang), Sudiro (alm), Sudarso (alm), Bibit Soekadi (alm) dan R.M. Abdullah Koesnowidjojo (alm).
Suatu malam, tepatnya sepekan sebelum dia disyahkan, Soetomo Mangkoedjojo datang ke rumahnya. Padahal saat itu malam sudah larut dan ia sendiri mulai beranjak tidur. Mendengar suara ketukan di pintu, ia pun bangkit, membukakan pintu. la sempat kaget saat mengetahui yang datang adalah tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate. Namun ketika dipersilakan masuk, Soetomo Mangkoedjojo menolaknya dan hanya berpesan,” Dik, persaudaraan nang SH Terate, nek ana sedulure teko, mbuh iku awan apa bengi, bukakno lawang sing amba. Mengko awakmu bakal entuk hikmahe, ” (Dik, Persaudaraan di Setia Hati Terate itu, jika ada saudara datang, entah itu siang atau malam, bukakan pintu lebar-lebar. Nanti, engkau bakal mendapatkan hikmah.)”
Pesan dari tokoh peletak dasar organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate itu, hingga di hari tuanya,seolah-olah terus terngiang dalam benaknnya. Pesan itu pulalah yang menjadikan dirinya setiap saat selalu bersedia membukakan pintu bagi warga Persaudaraan Setia Hati Terate yang bertandang ke rumahnya di Jl. MT. Haryono 80 Madiun, hingga saat ini.
Setelah berlatih selama lima tahun, yakni pada tahun 1963, Tarmadji Boedi Harsono disyahkan menjadi Pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate Tingkat I, bersama-sama Soediro,Soedarso, Bibit Soekadi, Soemarsono, Soedibjo, Bambang Tunggul Wulung dan R.M Abdullah Koesnowidjojo.
Turun ke Gelangang
Keberhasilan Tarmadji Boedi Harsono meraih gelar Pendekar Tingkat I, tidak menjadikan dirinya besar kepala. la justru menerima anugerah tersebut dengan rasa syukur dan tetap tawakal. la berprinsip, keberhasilan itu barulah awal dari perjalanannya di dunia ilmu kanuragan. Masih banyak hal yang harus dipelajarinya. Dan, itu hanya bisa dilakukan jika ia tetap tekun berlatih dan belajar. Pilihannya sudah bulat. Maknanya, ia pun harus mampu melanjutkan perjalanan hingga ke titik akhir.
Pada tahun 1961, Tarmadji mulai masuk ke gelanggang pendulangan medali pencak silat dan berhasil meraih juara I dalam permainan ganda tingkat kanak-kanak se Jawa Timur, berpasangan dengan Abdullah Koesnowidjojo. Sukses itu, diulang lagi tahun 1963. Di tahun yang sama, sebenamya Tarmadji berkeinginan turun ke pertandingan adu bebas di Madiun, akan tetapi Mas Imam melarang. la sempat menangis karena dilarang ikut bertanding. Tahun 1966, pasangan Tarmadji dan RB. Wijono kembali ikut kejuaraan yang sama di Jatim. Namun ia sombong sebelum bertanding. Meremehkan lawan. Akibatnya, gagal mempertahankan juara dan hanya berhasil merebut juara II. Kesombongan berbuah kehancuran. Kegagalan mempertahankan gelar ini, menjadikan dirinya malu berat dan tidak mau mengambil tropi kejuaraan.
Kasus serupa terulang lagi pada tahun 1968, saat mengikuti kejuaraan di Jember. Padahal sebelum berangkat Mas Imam sudah memperingatkan agar ia tidak usah ikut karena kurang persiapan. Namun Tarmadji nekat berangkat. Dan, hasilnya adalah kekalahan yang menyedihkan, karena hanya berhasil menjadi Juara harapan.
Kegagalan demi kegagalan mempertahankan gelar juara, menjadikan Tarmadji sadar bahwa sombong dan meremehkan lawan hanya akan menuai kekalahan. Untuk itu ia musti berlatih lagi. Pempersiapkan diri sebelum bertanding. Hasilnya, ia kembali mampu merebut juara I di Pra PON VII, Surabaya. Di PON VII, ia meraih juara III.
Pengalaman bertanding di gelanggang ini merupakan bekal Tarmadji melatih altet pada tahun-tahun tujuh puluhan. Bahkan pada tahun 1978, ia memberanikan diri menerjunkan altet ke gelanggang pertandingan, kendati Mas Imam, kurang sependapat. Dalam kurun waktu 1974-1978, Mas Imam sempat mengambil kebijakan tidak menurunkan atlet ke gelanggang. Namun pada tahun 1978, Tarmadji memberanikan diri membawa atlet asuhannya ke gelanggang. la pula yang berhasil meyakinkan Mas Imam, bahwa Persaudaraan Setia Hati Terate masih tetap diperhitungkan di gelanggang kejuaraan. Terbukti, sejumlah atlet asuhannya, berhasil meraih medali kejuaraan.
Sementara itu, di luar ketekunannya memperdalam gerak raga, Tarmadji Boedi Harsono kian khusyuk dalam memperdalam olah rasa. Hubungan dekatnya dengan R.M Imam Koesoepangat, memberi kesempatan luas pada dirinya untuk memperdalam Ke-SH-an. Jika dulu, ketika belum disyahkan menjadi pendekar tingat I, ia hanya diajak mendampingi Mas Imam saat beliau melakukan tirakatan, sejak disyahkan ia mulai dibimbing untuk melakukan tirakatan sendiri. Beberapa tatacara dan tatakrama laku ritual mulai diberikan, di samping bimbingan dalam menghayati jatidiri di tengah-tengah rutinitas kehidupan ini.
Di penghujung tahun 1965, setamat Tarmadji Boedi Harsono dari SMA, semangatnya untuk memperdalam ilmu Setia Hati kian menggebu. Bahkan di luar perintah R.M Imam Koesoepangat, ia nekat melakukan tirakat puasa 100 hari dan hanya makan sehari satu kali.waktu matahari tenggelam (Magrib). Ritual ini ditempuh karena terdorong semangatnya untuk merubah nasib. la ingin bangkit dari kemiskinan. la tidak ingin berkutat di papan terendah dalam strata kehidupan. la ingin diperhitungkan.
Genap 70 hari ia berpuasa, R.M Imam Koesoepangat memanggilnya. Malam itu, ia diterima langsung di ruang dalem paliviun. Padahal biasanya Mas Imam hanya menerimanya di ruang depan atau pendopo. Setelah menyalaminya, Mas Imam malam itu meminta agar ia menyelesaikan puasanya. Menurut Mas Imam, jika puasanya itu diteruskan justru akan berakibat fatal.”Dik Madji bisa gila, kalau puasanya diteruskan. Laku itu tidak cocok buat Dik Madji,” ujar Mas Imam.
“Di samping itu,” lanjut Mas Imam,” Dik Madji itu bukan saya dan saya bukan Dik Madji. Maka, goleko disik sangune urip Dik, lan aja lali golek sangune pati (carilah bekal hidup lebih dulu dan jangan lupa pula mencari bekal untuk mati).”
Kemudian dengan bahasa isyarat (sanepan) Mas Imam memberikan petunjuk tata cara laku tirakat yang cocok bagi dirinya. “Api itu musuhnya air, Dik,” ujar Mas Imam. Sanepan itu kemudian diterjemahkan oleh Tarmadji dalam proses perjalanan hidupnya, hingga suatu ketika ia benar-benar menemukan laku yang sesuai dengan kepribadiannya. la menyebut, laku tersebut sebagai proses mencari jati diri atau mengenal diri pribadi. Yakni, ilmu Setia Hati.
Malam itu juga, atas nasihat dari R.M Imam Koesoepangat, Tarmadji mengakhiri laku tirakatnya. Pagi berikutnya, ia mulai keluar rumah dan bergaul dengan lingkungan seperti hari-hari biasanya. Enam bulan berikutnya, ia mulai mencoba mencari pekerjaan dan diterima sebagai karyawan honorer pada Koperasi TNI AD, Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun. Pekerjaan ini dijalaninya hingga tahun 1971.
Pada tahun 1972, ia berpindah kerja di Kantor Bendahara Madiun, namun hanya bertahan beberapa bulan dan pindah kerja lagi di PT. Gaper Migas Madiun pada paroh tahun 1973. Setahun kemudian, ia menikah dengan Hj.Siti Ruwiyatun, setelah dirinya yakin bahwa honor pekerjaannya mampu untuk membina mahligai rumah tangga. (Dari pemikahannya ini, Tarmadji Boedi Harsono dikaruniai tiga orang putra. Yakni Dani Primasari Narendrani,S.E, Bagus Rizki Dinarwan dan Arya Bagus Yoga Satria).
Di tempat kerja yang baru ini, tampaknya, Tarmadji menemukan kecocokan. Terbukti, ia bisa bertahan lama. Bahkan pada tahun 1975 ia ditunjukkan untuk menjadi semi agen minyak tanah dan diberi keleluasaan untuk memasarkan sendiri. Berawal dari sini, perekonomian keluarganya mulai kokoh. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa menyisihkan penghasilannya, hingga pada tahun 1976 berhasil membeli armada tangki minyak tanah sendiri. Berkat keuletan dan perjuangan panjang tanpa kenal menyerah, pada tahun 1987, Termadji Boedi Harsono diangkat menjadi agen resmi Pertamina. Dalam perkembangannya, ia bahkan berhasil dipercaya untuk membuka SPBU (Pom Bensin) di Beringin Ngawi. Bahkan di dunia bisnis migas ini, ia ditunjuk memegang jabatan sebagai Ketua III, DPD V Hiswana Migas dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTT dan NTB.
Tampaknya dunia wirausaha memang tepat baginya. Ini bisa dilihat lewat pengembangan sayap usahanya, yang tidak hanya berkutat dibidang migas,tapi juga merambah ke dunia telekomunikasi dengan mendirikan sejumlah Wartel (warung telekomunikasi). Malahan di bidang ini, ia ditunjuk debagai Ketua APWI (Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia) untuk daerah Madiun dan sekitamya.
Di sela-sela kesibukan kerja Tarmadji Boedi Harsono tetap mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate. Bahkan, tidak jarang ia rela mengalahkan kepentingan keluarga dan pekerjaannya demi Persaudaraan Setia Hati Terate. “Persaudaraan Setia Hati terate adalah darah dagingku. la sudah menjadi bagian dari hidupku sendiri,” tutumya.
Sementara itu, kebiasaan nyantrik di kediaman R.M Imam Koesoepangat terus dijalani. Kepercayaan dan perhatian Mas Imam sendiri setelah ia berhasil menyelesaikan pelajaran tingkat I, semakin besar. Sampai-sampai kemana pun Mas Imam pergi, ia selalu diajak mendampinginya. Tahun 1970 ia disyahkan menjadi pendekar Persaudaraan Setia Hati Terate tingkat II. Tahun 1971, Tarmadji dipercaya menjadi Ketua Cabang Persaudaraan Setia Hati Terate Madiun. Jabatan tersebut dijalani hingga tahun 1974.
Latihan Tingkat III
Pada suatu siang, sekitar pukul 11.00 WIB, di Tahun 1978, Tarmadji dipanggil R.M Imam Koesoepangat di rumah Pak Badini. Orang yang diminta memanggil dia adalah Soebagyo.TA. Tanpa berpikir dua kali, ia berangkat ke Oro-Oro Ombo, tempat kediaman Pak Badini. Mas Imam mengutarakan niat, akan membuka latihan tingkat III. Tarmadji sendiri yang dipilih untuk dilatih sekaligus diangkat dan disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III.
“Kula piyambak,Mas? (Saya sendiri,Mas?)” tanya Tarmadji agak kaget.
“Njih.Dik. Dik Madji piyambak!, (Ya, Dik. Hanya Dik Tarmadji sendiri!)” jawab Mas Imam.
Mendengar jawaban itu, Tarmadji dengan santun, menolak. la tidak bersedia disyahkan menjadi Pendekar Tingkat III jika sendirian. “Kula nyuwun rencang. Mas (Saya minta teman,Mas), “Tarmadji meminta.
“Nek Dik Madji nyuwun rencang, sinten? (Kalau Dik Madji minta teman, siapa?)” tanya Mas Imam.
Tarmadji saat itu langsung menyebut nama-nama Pendekar Tingat II seangkatan. Namun Mas Imam menolak dan bersikukuh tetap hanya akan mengangkat Tarmadji sendiri. Terjadi tarik ulur. Satu sisi Mas Imam bemiat hanya akan mengangkat dia, namun Tarmadji tetap minta teman.
“Sapa Dik, kancamu?” tanya Mas Imam. Tarmadji menyebut nama Soediro.
Nama ini pun semula ditolak. Namun atas desakan dia, akhimya Mas Imam menyetujui dengan syarat ia harus mau ikut menangung risiko. Dalam pikiran Tarmadji, apa yang disebut risiko, waktu itu adalah risiko pembiayaan yang terkait dengan pengadaan persyaratan pengesahan (ubarampe). Karenanya, ia langsung menyanggupi.
Hari-hari berikutnya, Tarmadji dan Soediro, mulai berlatih tingkat III. Pelaksanaan latihan berjalan lancar. Namun pada saat mereka disyahkan, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Sesuatu itu, adalah hal yang di luar perhitungan akal sehat. Sesuatu yang erat kaitannya dengan misteri ghaib. Tarmadji tidak pemah menduga bahwa misteri itu akan berbuntut panjang. Dan, Wallahu a’lam bi ssawab, hanya Allah yang Maha Mengerti. Temyata dalam perjalan hidup, Soediro lebih dulu dipanggil Yang Kuasa.
Peristiwa itu, sungguh, sangat menggetarkan jiwa Tarmadji. Pedih rasanya. Lebih pedih lagi, saat ia melihat Mas Imam menangis di samping jenazah saudara seperguruannya itu. Semoga anrwah beliau diterima di sisi-Nya.
Dipercaya Memimpin Organisasi
Keberhasilannya mempelajari ilmu tertinggi di organisasi tercinta ini, menambah dirinya kian mantap, kokoh dan semakin diperhitungkan.
Cantrik setia R.M Imam Koesoepangat yang di waktu-waktu sebelumnya selalu tampil di belakang ini, sejak berhasil menyelesaikan puncak pelajaran di Persaudaraan Setia Hati Terate, mulai diterima dan diperhitungkan di kalangan tokoh organisasi tercinta. Sejalan dengan kapasitasnya sebagai Pendekar Tingkat ni, ia mulai dipercaya tampil ke depan dengan membawa misi organisasi. Tahun 1978 Tarmadji dipilih menjadi Ketua I, mendampingi Badini sebagai Ketua Umum Persaudaraan Setia Hati Terate. Puncak kepercayaan itu berhasil diraih pada MUBES Persaudaraan Setia Hati Terate Tahun 1981. Yakni dengan terpilihnya ia menjadi Ketua Umum Pusat.
Setahun setelah Tarmadji Boedi Harsono memimpin organisasi, sejumlah terobosan yang dimungkinkan bisa mendukung pengembangan sayap organisasi diluncurkan.Salah satu produk kebijakan yang dilahirkan adalah pendirian Yayasan Setia Hati Terate lewat Akta Notaris Dharma Sanjata Sudagung No. 66/1982. Yayasan Setia Hati Terate merupakan komitmen organisasi untuk andil memberikan nilai lebih bagi masyarakat, khususnya di sektor ril. Dalam perkembangannya, di samping berhasil mendirikan Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate di atas lahan seluas 12.290 m yang beriokasi di Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun, yayasan ini juga mendirikan dua lembaga pendidikan formal Sekolah Menengah Umum (SMU) Kususma Terate dan Sekolah Menengah Industri Pariwisata (SMIP) Kusuma Terate serta lembaga pendidikan ketrampilan berupa kursus komputer.
Sedangkan untuk meningkatkan perekonomian warganya, Tarmadji Boedi Harsono meluncurkan produk kebijakan dalam bentuk koperasi yang kemudian diberi nama Koperasi Terate Manunggal.
Hingga saat ini, Yayasan Setia Hati Terate telah memiliki sejumlah aset, antara lain tanah seluas 12.190 m2 yang di atasnya berdiri sarana dan prasarana phisik seperti: gedung Pendapa Agung Saba Wiratama, gedung Sekretariat Persaudaraan Setia Hati Terate, gadung PUSDIKLAT (Sasana Kridangga), gedung pertemuan (Sasana Parapatan), gedung Training Centre (Sasana Pandadaran), gedung Peristirahatan (Sasana Amongraga), Kantor Yayasan Setia Hati Terate, gedung SMU dan SMTP Kusuma Terate, gadung Koperasi Terate Manunggal dan Mushola Sabaqul Khoirot.
Searah dengan itu, pergaulannya dengan para tokoh Persaudaraan Setia Hati Terate pun semakin diperluas. Beberapa tokoh berpengaruh di organisasi tercinta didatangi. Dari para tokoh yang didatangi itu, ia tidak saja mampu memperdalam olah gerak dan langkah Persaudaraan Setia Hati Terate, tapi juga menerima banyak wejangan kerokhanian. Bahkan saat Tarmadji Boedi Harsono dipercaya untuk memimpi Persaudaraan Setia Hati Terate, sejumlah tokoh yang dulu pemah dihubunginya itu dengan rela menyerahkan buku-buku pakem Ke-SH-an yang mereka tulis sendiri
Wejangan, baik lisan maupun tulisan, dari para tokoh dan sesepuh ini dikemudian hari dijadikan bekal dalam memimpin Persaudaraan Setia Hati Terate. Dan terlepas dari segala kelemahannya, terbukti Tarmadji Boedi Harsono mampu membawa Persaudaraan Setia Hati Terate menjadi sebuah organisasi yang cukup diperhitungkan tidak saja di dunia persilatan tapi juga di sektor lainnya.
Sementara itu, penggarapan di sektor ideal dalam bentuk penyebaran ajaran budi luhur lewat Persaudaraan Setia Hati Terate tetap menjadi prioritas kebijakan. Dan hasilnya pun cukup melegakan. Terbukti, sejak tampuk pimpinan organisasi di pegang oleh Tarmadji Boedi Harsono, Persaudaraan Setia Hati Terate yang semula hanya berkutat di Pulau Jawa, sejengkal demi sejengkal mulai merambah ke seluruh pelosok tanah air. Bahkan mengembang lagi hingga ke luar negeri. Tercatat hingga paroh tahun 2000, Persaudaraan Setia Hati Terate telah memiliki 146 cabang di 16 provinsi di Indonesia, 20 komisariat di perguruan tinggi dan manca negara dengan jumlah anggota mencapai 1.350.000 orang.
Yang patut dipertanyakan adalah, misteri apa berpusar dibalik keberhasilan dia membawa Persaudaraan Setia Hati Terate ke tingkat yang lebih terhormat dan cukup diperhitungkan. Jawabnya, temyata ada pada tiga titik inti yang jika ditarik garis lurus akan membentuk misteri segi tiga. Titik pertama berada di Desa Pilangbango, Madiun (kediaman Ki Hadjar Hardjo Oetomo – titik lahimya Persaudaraan Setia Hati Terate), titik kedua berada di Pavilium Kabupaten Madiun (kediaman R.M Imam Koesoepangat – titik perintisan Persaudaraan Setia Hati Terate) dan titik ketiga berada di Padepokan Persaudaraan Setia Hati Terate Jl. Merak Nambangan Kidul Kodya Madiun – titik H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E mengembangkan Persaudaraan Setia Hati Terate.
Kiprah di Luar Persaudaraan Setia Hati Terate
Tampaknya memang bukan H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E, jika ia hanya puas berkutat dengan prestasi yang dicapai di dalam organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, ia pun terbukti tampil cukup diperhitungkan. Tokoh yang mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Unmer Madiun ini juga andil di organisasi masyarakat. Bahkan sempat menduduki sejumlah jabatan cukup strategis hampir di setiap organisasi yang diikutinya.
Di sisi lain, kariermya di bidang politik juga cukup matang. Terbukti ia dipercaya menjadi wakil rakyat Kodya Madiun (anggota DPRD) hingga dua periode. Masing- masing periode 1987 -1992 dananggotaDPRDKodyaMadiunperiode 1997 – 1999. Puncak prestasi yang berhasil diraih di bidang politik ini tercipta pada tahun 1998, di mana H. Tarmadji Boedi Harsono,S.E diberi kepercayaan untuk tampil 1 sebagai salah seorang Calon Wali Kota Madiun
Sementara itu, menyadari dirinya adalah seorang muslim, pada tahun 1995 ia bersama istri tercinta, Siti Ruwiatun berangkat ke tanah suci Mekah Al Mukaromah menjadi tamu Allah, menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni ibadah haji. Ibadah ini kembali diulang pada tahun 2000. Sepulang menjalankan ibadah haji, ia dipercaya memimpin IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia) Kodya Madiun.